KEPENTINGAN
POLITIK
Dan.
Organisasi Papua Merdeka
DI PAPUA
Oleh ; Yoman Nelly, SH,
M.Si.
KEPENTINGAN
POLITIK DALAM
ORGANISASI PAPUA MERDEKA
DI PAPUA
Oleh ; Yoman Nelly, SH,
M.Si.
a. Pendahuluan
Berbicara
tentang masalah papua tak pernah henti-hentinya orang berbicara tentang
persoalan papua dari sumber daya manusia (SDM), Sosial Budaya sampai dengan
Politik yang sedang terjadi di bumi cenderawasih ini. Berbicara masalah papua
menjadi daya tarik tersendiri bagi setiap kalangan dalam berbagai hal yang mereka
tekuni dan pelajari tentang pulau indah yang berbentuk burung cenderawasih ini.
Sama pula
dengan kami, dan dalam tulisan ini, kami ingin membagi kepada saudara/i budiman
tentang apa yang telah kami pelajari selama melakukan penelitian di daerah
pengunungan papua. Dalam tulisan ini kami ingin memberikan hal-hal yang mungkin
saudara/i hanya melihat di media masa, media elektronik dan media cetak bahkan
dari bahasa ke bahasa. dan tidak pernah mengetahui pasti persoalan yang
sesungguhnya terjadi di bumi cenderawasih ini.oleh sebab itu penulis berusaha
melakukan penelitian dan apa yang penulis dapatkan/temukan di lapangan sangat
berbeda jauh dengan sering dijumpai di media masa maupun di media cetak lainya
di negeri ini.
Dan dalam
pembahasan ini kami akan membahas tentang TPN/OPM yang, pemerintah indonesia
menamakan mereka sebagai gerakan pengacau keamanan (GPK) di wilayah kesatuan
republik indonesia ini. Sebab dalam penelitian kami, kami menemukan banyak
kelompok pergerakkan yang di temukan di wilayah papua yang mengatas namakan
organisasi papua merdeka (OPM) tapi berbeda tujuan. Untuk itu lewat buku ini
kami ingin menyampaikan sebagai pesan kepada pemerintah indonesia dan seluruh
rakyat indonesia bahwa perbedaan-perbedaan yang terdapat dalam kelompok-kelompok
ini perlu dibedahkan.
Karena
kita tahu sendiri bahwa di pulau papua ini angka pelanggaran HAM yang terjadi
sangat besar dan paling banyak dibanding dengan provinsi lainya di indonesia,
namun tidak tersentuh oleh media dan lain sebagainya sehingga hal-hal seperti
ini di diamkan saja oleh pemerintah indonesia.
Ada
beberapa hal yang sangat penting untuk dibahas dalam buku ini diantaranya
TPN/OPM yang memperjungkan Ideologi mereka untuk memerdekakan papua barat
sebagai negara sendiri (Free West Papua). Namun ada
kelompok-kelompok yang juga mengatas namakan TPN/OPM tapi tujuanya berbeda.
ntuk itu,
Buku ini ibarat pesan dari lapangan kepada pihak pemerintah agar bisa membuka
mata dan dapat melihat dengan benar tentang persoalan papua dan apa yang
sebenarnya terjadi agar pemerintah bisa mencari solusi terbaik agar tidak ada
korban dan tidak ada pelangaran hak asasi manusia (HAM) lagi yang terjadi di
bumi cenderawasih ini.
SEJARAH PAPUA
Pendekatan
pembangunan selama orde baru yang mmenempatkan masyarakat papua sebagai obyek
justru sebagai melahirkan anti sentimen indonesia yang semakin terakumulatif
hingga menjadi suatu self ti vitif power bagi masyarakat asli papua
barat.akibatnya masa kehilangan harkat dan martabat masyarakat papua sebagai
manusia di negerinya /tanahnya sendiri terasa semakin mengental dan mengetahui
akibatnya sehinggga gejolak untuk memisahkan diri dari NKRI terus meningkat
tajam.
Di
daratan papua barat ini orangnya berwarna lain kulitnya coltat rambutnya
kerinting dan dengan adat istiadat yang berbeda, Disamping itu banyak kalangan
yang salah presepsi dan tidak paham akar persoalan di papua barat. Yang antara
lain di akkibatkan oleh terjadinya penyimpangan-penyimpangan sejarah papua.
Fakta sejarah membuktikan bahwa wilayah papua barat tidak termasuk merupakan
wilayah indonesia, atas beberapa sebab yaitu papua barat telah menjadi bagian
dari kerajaan belanda pada tanggal 7 maret 1950. Dan tidak lagi menjadi wilayah
Hindia belanda yang berkedudukan di Batavia atau Jakarta selama 350 tahun . pada
tanggal 23 agustus 1956 dalam perubahan undang-undang baru belanda. Dibuat
tanah papua atau New Gunea telah menjadi bagian dari kerajaan Nenderlaands atau
belanda. Berdasarkan pidato presiiden Soekarno di depan sidang PB-PKI dan PPKI,
pada tanggal 11 juli 1945 menyatakan bahwa “indonesia merdeka hanya sabang atau
aceh sampai dengan amboina atau maluku”, sedangkan tanah papua barat tidak
dimasukkan atau di luar wilayah hukum RIS atau RI. Bahkan dalam sidang tersebut
dengan tegas Dr.Mohamad Hatta mengatakan kemerdekaan RI hanya untuk rumpun
bangsa melayu sedangkan orang melanesia tidak termasuk dengan alasan orang
melanesia atau orang papua masih terbelakang atau tertinggal biarlah di
kemudian orang papua menentukan nasibya sendiri atau “MERDEKA”.
Menurut
teks proklamasi ollandia tanggal 7 desember 1949 pemerintahan new gunea secara
resmi atau secara sah ditetapkan sebagai bagian dari pemerintahhan bbelanda di
bawah pimpinan Ratu juliana. Orang papua bahkan tidak pernah terlibat dan
dilibatkan dalam masa-masa awal perjuangan dan persengketaan bangsa setelah
perumusan perjanjian politik. Sepertii misalnya tidak mendapatkan kekuatan
hukum RI apapun yang mengikat bangsa dan bumi papua sejak awal perjuangan
hinggga tahun 1999, sumpah pemuda pada bulan oktober 1928 di jakarta samapai
dengan proklamasi kemerdekaan RI pada tanggal 17 agustus 1945. Konferensi meja
bundar pada bulan desember 1949 di denhak dan new york decrimen pada 15 agutus
1962 di Amerika antara pemerintah RI dengan kerajaan Belanda serta roma augriment
antara pemeritah kerjaan belanda,Indonesia dan Amerika serikat.
Penolakkan
bangsa papua terhadap pemerintah indonesia RI telah di mulai pada tahun 1951
dengan sikap pernyataan yang terdeiri dari 16 pasal yang ditanda tanggani oleh
tokoh dan pemimpin papua, jauh sebelum terjadi pepera. Rakyat papua bahkan
secara konstitusional mendirikan negara merdeka dan tanggal 01 desember 1961 di
Olandia jayapura, yang di lengkapi dengan kelengkapan berupa alat kenegaraan
papua barat.
A. SEJARAH TERBENTUKNYA TPN/OPM
Berbicara
tentang sejarah terbentuknya tentara pembebasan nasional {TPN} atau organisasi
papua merdeka (OPM), merupakan bukan dari sekarang tapi pergerakan ini sudah
ada sejak dahulu. Gerakan ini sudah ada sejak Penolakkan bangsa papua terhadap
pemerintah indonesia RI telah di mulai pada tahun 1951 dengan sikap pernyataan
yang terdiri dari 16 pasal yang ditanda tanggani oleh tokoh dan pemimpin papua,
jauh sebelum terjadi pepera. Rakyat papua bahkan secara konstitusional
mendirikan negara merdeka dan tanggal 01 desember 1961 di Olandia yang sekarang
di sebut dengan jayapura, yang di lengkapi dengan kelengkapan berupa alat
kenegaraan papua barat.
Dengan
demikian dalam perkembanganya organisasi ini sudah ada sejak tahun 1951 dan
masih ada sampai dengan saat ini.organisasi papua merdeka ini sudah berkembang
di masyarakat dan akhir-akhir ini kami tahu bahwa pergerakkanya selalu ada dan
merepotkan di wilayah NKRI ini.
OPM
adalah sebuah sebuah nama organisasi yang diciptakan para penegak hukum
indonesia ketika memproses peradilan Terianus Aronggear pada tahun 1946 yang
memimpin kelompok organisasi dan perjuangan menuju kemerdekaan papua barat, dan
sejak itu nama OPM dipakai oleh kelompok-kelompok yang kegiatanya menentang
pemerintah RI dengan mengunakan perlawanan senjata. Hlmn.62 “papua 100 tahun kedepan” oleh Wawan H
Purwanto.
B. PEMECAHAN SEPARATIS PAPUA
Permasalahan
di papua sudah berlangsung lama, rumit dan sangat kompleks, serta merupakan
masalah nasional. Dinamika perkembangannya tidak terlepas dari sejarah nasional
Indonesia. Berikut perkembangan lingkungan yang sangat strategis telah terjadi
baik pada tingkat lokal, nasional, regional, maupun internasional. Perubahan
yang cukup berpengaruh pada perkembangan permasalahan dipapua dipicu oleh
tuntutan dunia internasional dalam era globalisasi, antara lain keterbukaan,
demokratisasi,HAM,dan pemberdayaan hak-hak masyarakat adat.
Seiring
dengan perubahan itu,permasalahan sparatis Papua sebenarnya sudah berlangsung
sejak 1963 dengan memperjuangkan kemerdekaan bagi papua melalui kelompok
separatis bersenjata. Dalam perkembangannya diikuti kelompok separatis politik.
Isu-isu yang dikemukaakan diantaranya adalah, keabsahan Pepera, Pelanggaran
HAM,Eksploitasi SDA,dan 5K ( Kemiskinan,Kebodohan,Keterbelakangan,Ketidakadilan,serta
Kesehatan yang buruk) , Internasionalisasi Papua,Melanesian Brotherhood, dan
masih banyak isu-isu lainnya. Belakangan , gerakan sparatis ini frekuensinya
makin meningkat baik kelompok separatis bersenjata maupun kelompok separatis
politik yang berjuang di luar negeri.
UU Otsus
Papua beserta aturan pelaksanaanya, termasuk pengucuran dana Otsus yang
jumlahnya relatif besar belum mampu meredam keinginan kelompok separatis
melepaskan diri dari NKRI . Sealin itu, agaknya ada piranti hukum yang
kontradiktuf di dalam hal keterwakilan warga papua. Misalnya, didalam pasal 6
ayat (2) UU Otsus papua dinyatakan bahwa, “DPRP terdiri atas anggota yang
dipilih dan diangkat berdasarkan perundang-undangan.” Tetapi, disisi lain UU
Nomor 10 Tahun 2008 tentang pemilihan umum anggota dewan perwakilan rakyat
daerah, tidak mengakomodasi hak khusus masyarakat adat sebagai anggota DPRP
melalui pengangkatan. Tentunya, hal ini dibutuhkan kebijakan yang tegas. Jika
tidak, permaasalahan ini berpotensi menambah ketidakpuasan kelompok masyarakat
adat.
C. TUNTUTAN TPN/OPM
Organisasi
papua merdeka ini apabiala ditanya berulang kali apa tuntutanya pasti mereka
menjawab bahwa “Minta Merdeka.” menurut mereka merdeka adalah harga mati
bagi mereka, inilah menjadi salah satu ideologi mereka yang dibangun generasi
ke generasi. Merdeka merupakan tuntutan mereka memperjungkan untuk menentukan
nasibnya sendiri tanahnya sendiri.
Karena
alasan mereka bahwa mereka tidak bisa hidup damai dan nyaman di negerinya
sendiri, pembangunan dan kesejahteraan yang diberikan pemerintah indonesia
terhadap rakyat papua tidak sepenuhnya dan selalu setengah hati. Bahakan
menurut mereka “Nasih sudah menjadi bubur tidak mungkin bisa kembali
menjadi nasi” kenapa setelah terjadi pergerakan OPM mulai memanas lalu
diberikan Otonomi Khusus (OTSUS) dan karena otsus tidak berhasil maka
program unit percepatan pembangunan papua dan papua barat (UP4B) di
berikan. Menurut mereka semua itu percuma karena ibarat nasi sudah Menjadi
bubur atau dalam arti mereka sudah melangkah terlalu jauh ke dalam dan mereka
sudah tahu sifat pemerintah Republik indonesia dan mereka sudah lama kehilangan
kepercayaan terhadap pemerintah indonesia.
Karena
menurut mereka semua itu sudah terlambat dan menurut interviw yang dilakukan
pendapat mereka apa yang selama ini mereka perjuangkan pasti akan menjadi
kenyataan namun kapan waktunya dan dimana tepatnya mereka menyerahkan kepada
sang pencipta dan waktu yang akan menjawabnya. Katanya!!
Dan
mereka menegaskan bahwa orang-orang yang mengaku anggota ataupun pimpinan
TPN?OPM lalu menyerahkan diri kepada pemerintah NKRI itu bukan TPN/OPM yang
memperjuangkan kemerdekaan untuk bangsa papua barat melainkan mereka itu
sekumpulan orang-orang yang kecewa dalam politik ataupun karena ekonomi mereka
kurang bagus pada akhirnya keluar bikin kacau selama jangka waktu tertentu lalu
mencari moment yang pas lalu menyerahkan diri agar pemerintah indonesia
memperhatikan nasib mereka. Silahkan saja memberikan mereka kenyamanan dan
sebagainya namun kami tegaskan bahwa mereka sesungguhnya bukanlah anggota
TPN/OPM.Terangnya!!.
Organisasi
papua merdeka sangat elite dan sangat terorganizir dengan baik, karena dimana
dalam organisasi ini bukan hanya mereka saja tapi banyak orang yang terlibat
bahkan semua orang papua dan disitu juga ada para akademisi dan para elite
politik nasional maupun internasional oleh sebab itu mereka mengklaim bahwa ada
suatu tindakan atau peristiwa yang terjadi mengatasnamakan TPN/OPM yang tidak
bertanggung jawab itu bukan merupakan tindakan anggota TPN/OPM. Dan Mereka
hanya berperan sebagai orang lapangan dimana sudah dibagi kelompok
masing-masing bidang dan keahlian mereka.
Adapula
organisasi papua mereka ini bukan hanya ada di satu wilayah atau satu kota saja
tapi seluruh wilayah papua ada OPM dan dimana masyarakat atau rakyat papua
berada disitu ada OPM. Dan mereka mengatakan bahwa OPM yang sering dibicarakan
oleh banyak orang itu bukan kami yang hanya pengang senjata diluar ini tapi
anggota TPN/OPM adalah seluruh rakyat Papua yang berambut keriting dan juga
memiliki hubungan darah dengan orang papua itu juga bisa disebut anggota OPM
karena mereka adalah bangsa papua.
Mereka
dengan tegas mengatakan bahwa mereka tidak pernah minta “OTSUS, UP4B” dan
program pemerintah indonesia lainya. Mereka hanya minta pemerintah melepaskan
Papua dari wilayah kesatuan republik indonesia. Karena mereka ingin menentukan
nasib di tanahnya sendiri. Dan kami akan berjuang sampai titik darah
pengabisan. Ungkapnya!!.
D.
Pro Kontra dan Kronologis
Ada
tiga negara koloni Eropa dekade 1866-an menjajah Papua, antara lain Belanda,
Inggris dan Jerman. Kawasan timur Papua (sekarang Papua New Guinea/PNG) dijajah
Jerman dan Inggris, sedang kawasan barat atau dulu disebut Irian Barat/Irian
Jaya (kini disebut Papua) dikuasai oleh Belanda.
Adapun
penentuan tapal batas wilayah ketiga koloni tadi adalah melalui Deklarasi Raja
Prusia tanggal, 22 Mei 1885 yang membagi-bagi wilayah jajahan antara Jerman
dengan Belanda, kemudian antara Jerman dengan Inggris dan lainnya. Tidak adanya
klaim atas deklarasi tersebut dari ketiga pihak berkepentingan, status kawasan
barat Papua (Irian Jaya, kini disebut Papua oleh Indonesia) menjadi syah milik
Belanda tanpa menunggu pengakuan siapapun. Sementara via Trustee PBB/Trust
Territory of New Guinea, kawasan timur atau PNG yang dikuasai Jerman dan
Inggris dipercayakan kepada Australia termasuk administrasi pengelolaannya.
Belanda
menetapkan Hollandia (kini Jayapura) sebagai ibukota Nederland Nieuw Guinea (17
Maret 1910). Pemberian nama Hollandia oleh Kapten Sachse mengingat Jaya Pura
sebagai kota pantai dimana geografinya mirip pantai utara di Belanda. Ya,
Hollandia berasal dari kata hol artinya lengkung atau teluk, dan land artinya
tanah. Tanah lengkung atau kota teluk. Itulah Jaya Pura sekarang ini.
Tatkala
17 Agustus 1945 Soekarno-Hatta memproklamasikan kemerdekaan, adalah mutlak dan
wajar jika Indonesia menuntut semua wilayah jajahan Belanda dulu sebagai
wilayah kedaulatannya. Tuntutan di atas bukan ujug-ujug namun mengacu pada Uti
Possedetis, salah satu azas hukum internasional yang berlaku hingga sekarang
dan telah diterapkan di berbagai negara, dimana esensinya ialah: “bahwa batas
wilayah negara bekas jajahan yang kemudian merdeka, mengikuti batas wilayah
sebelum negara tersebut merdeka”. Inilah ruh pernyataan BK tanggal 4 Mei 1963
di Jayapura.
Berkecamuknya
Papua hingga kini, penyebab utamanya semata-mata karena “kepentingan asing”
masih kuat bercokol di Bumi Cendrawasih tercinta. Kalau dulu disponsori
Belanda, kini malah Amerika Serikat (AS) dan sekutu. Sebagaimana disinggung di
muka, pasca proklamasi kemerdekaan ternyata asing belum rela melepas. Belanda
ingin Papua menjadi bagian negaranya. Ketidakrelaan tersebut selain alasan
pusat pemerintahan dulu di Jayapura (Hollandia) mirip pantai utara Belanda,
namun yang utama sebenarnya karena faktor what lies beneath the surface
(apa yang terkandung di bawah permukaan). Inilah fakta serta titik berlarutnya
Papua dan masalah status politiknya menjadi agenda di berbagai forum global
seperti Konferensi Meja Bundar (1949), Perjanjian New York (1962), Pepera
(1969) dan finalisasi dalam Sidang Majelis Umum PBB, 19 November 1969.
Ketika
tahun 1946 PBB mengeluarkan program dekolonisasi melalui Resolusi Majelis Umum
PBB No. 66 tanggal 14 Desember 1946, dari 72 wilayah jajahan yang harus
dimerdekakan (dekolonisasi) sebab berstatus wilayah tidak berpemerintahan (Non
Self Governing Territories.) ternyata Papua, Malaysia dan Timor Timur masuk
dalam urutan daftar. Betapa janggal, ketika Resolusi PBB justru menabrak azas
Uti Possedetis hukum internasional.
Agaknya
daftar dekolonisasi ini sering dijadikan rujukan para aktivis maupun Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM) yang ingin memisah Papua dari NKRI. Berkembang argumen
di kalangan “aktivis dan LSM komprador”, bahwa kekuasaan Belanda atas Indonesia
berakhir dengan invasi Jepang dalam Perang Dunia II. Indonesia diklaim sebagai
wilayah ex pendudukan Jepang yang tidak terkait apapun dengan Nederland.
Tatkala Papua dibebaskan pada tahun 1944 oleh Sekutu dari pendudukan Jepang
kemudian dikembalikan kepada Belanda (NICA) oleh Sekutu, sesungguhnya tidak ada
alasan mengklaim Papua sebagai bagian NKRI. Itulah dalih “perjuangan” aktivis
pro referendum Papua. Ya, betapa sederhana argumen aktivis di atas. Lalu,
bagaimana dengan perundingan Linggar Jati di Kuningan 11-12 November 1946 dan
Perjanjian Renville, 17 Januari 1948 di kapal perang AS yang berlabuh di
Tanjung Priok? Bukankah kedua perjanjian prinsipnya sama yakni penyerahan
kekuasaan Belanda ke Republik Indonesia secara bertahap?
Terkait
memanasnya Papua, Ulil Abshar Abdalla (16/6), Tokoh Jaringan Islam Liberal
(JIL) yang belakangan menjabat Ketua Pusat Pengembangan Strategi dan Kebijakan
DPP Partai Demokrat justru menyetujui kemerdekaan Papua. “Apakah kita masih
harus mempertahankan Papua? Bagaimana kalau dilepaskan saja? Rumit!”. Saya dulu
juga berpikir, Papua harus dipertahankan dengan harga apapun. Tapi saya merasa
pikiran saya itu kok naif. Ia beralasan, biaya mempertahankan Papua mahal
sekali. Sudah begitu, apapun yang diperbuat pemerintah pusat, akan dianggap
salah terus. Capek! Ibarat kehidupan perkawinan, kalau salah satu pasangan tak
mau lagi bertahan dalam ikatan perkawinan, masak harus dipaksa, pungkas Ulil.
Menguak
sosial politik bertajuk Papua memang terpecah antara pro dan kontra referendum.
Rakyat terbelah dua, apalagi elit politiknya. Ia kini menjadi “obyek” perhatian
nasional bahkan internasional karena mampu mengucurkan rupiah dan dolar dalam
jumlah menggiurkan. Dana Otonomi Khusus (Otsus) misalnya, semenjak diberlakukan
UU Otsus telah tergelontor sekitar Rp 30 Triliun namun raib entah
kemana. Mayoritas rakyat masih papa. Belum lagi kucuran oleh asing baik bentuk
dolar, capacity building dan lainnya. Tak terhingga namun hasilnya cuma
foto-foto saja! Ada pendapat konon permasalahan dasar Papua ialah ketiadaan
infrastruktur. Terbatasnya jalan-jalan lintas yang tersedia hanya untuk para
pengusaha tambang dan hutan. Seringkali pemerintah menyatakan tidak mampu
membiayai pembangunan infrastruktur di Papua dengan alasan sulitnya medan serta
biaya tinggi. Tetapi ketika ada tawaran Cina yang bersedia membangun
infrastruktur gratis di Papua, kenapa justru Jakarta menolak. Ironis memang!
BERBAGAI KELOMPOK
ORGANISASI PAPUA MERDEKA
DI PAPUA.
Perlu kita
ketahui dan memahami dengan benar bahwa organisasi papua merdeka (OPM)
seringkali orang beranggapan bahwa mereka adalah gerakan pengacau keamanan
(GPK), karena ideologi organisasi ini ingin memisahkan diri dari negara
kesatuan republik indonesia (NKRI). Ideologi mereka ini menyebabkan mereka
menjadi musuh pemerintah NKRI dan menamakan mereka sebagai gerakan pengacau
keamanan (GPK). Sebab publik mengenal mereka dengan aksi-aksi atau
tindakan-tindakan kekerasan yang bersifat melanggar hukum, yang dilakukan oleh
mereka dalam memperjuangkan Ideologi yang selama ini mereka percaya dan
memperjuangkanya. Dengan begitu masyarakat dan pemerintah indonesia memberi cap
kepada mereka sebagai gerakan pengacau keamanan.
Tapi
perlu kita ketahui bersama bahwa ada OPM lain yang lebih galak seperti Macan,
karena tindakanya selalu membabi buta kepada siapapun. Berbicara OPM Pejuang
adalah dikategorikan sebagai pejuang untuk kemerdekaan bangsa papua barat, dan
adapula OPM politik bahkan ada yang menjadi OPM karena hanya ingin membalaskan
DENDAM kepada pihak yang membuat mereka sakit hati.
Dalam
membicarakan TPN/OPM kini kita tidak harus gegabah dalam menilai sesuatu
tindakan yang dilakukan atas nama organisasi OPM tersebut dan memvonis ini
kelompok OPM yang bersalah, sebab sekarang banyak TPN/OPM photocopy atau palsu
yang mengatas namakan TPN/OPM lalu bertindak sesuka hatinya.
Dan perlu
diketahui bahwa diakhir 2009 sampai dengan saat ini banyak kelompok yang
bermunculan dan mengatas namakan organisasi papua merdeka (OPM). Tindakan yang
mereka lakukan hampir sama dengan TPN/OPM hanya saya bisa dibedahkan karena
tindakan mereka tidak tersusun dengan rapih.
Pandangan
setiap orang menilai TPN/OPM identik dengan kekerasan yang tidak manusiawi.
Bagaimana tidak? Karena Ideologi yang mereka perjuangkan adalah memisahkan diri
dari negara kesatuan republik indonesia (NKRI). Hal ini mengakibatkan banyak
korban yang berjatuhan di bumi cenderawasih. Karena itu berbagai macam kalangan
yang menjadi korban, antaranya adalah;
·
Anggota TPN/OPM
·
TNI/POLRI
·
Politisi
·
Masyarakat sipil
·
Masyarakat Biasa.
Namun
aksi mereka sealalu tersusun dengan rapih karena anggota TPN/OPM yang berjuang
demi membela kemerdekaan papua barat adalah murni anggota TPN/OPM dan sebelum
mereka melakukan suatu tindakan serangan kepada anggota TNI/POLRI mereka
mengadahkan pertemuan dan mengatur strategi, karena didalam pertemuan tersebut
mereka mempertimngkan seluruh aspek sosial masyarakat dan target mereka
seterusnya.
Dan
disinih perbedaanya dengan kelompok yang mengatasnamakan TPN/OPM. Karena aksi
atau tindakan yang mereka lakukan tidak tersusun dengan rapih oleh sebab itu
banyak korban yang akan jatuh dari pihak TNI/POLRI, Masyarakat sampai dengan
TPN/OPM itu sendiri. Kelompok ini mempunyai suatu tujuan yang berbeda sehingga
mengacuh kepada kekerasan di banding dengan kelompok TPN/OPM yang murni.
Dan
gerakan pengacau keamanan (GPK) yang muncul ini bukan untuk memperjuangkan
kemerdekaan namun mereka lebih cenderung kepada kekerasan karena terbentuknya
kelompok ini tidak berdasarkan suatu ideologi yang mereka perjuangkan tapi
kelompok ini cenderung kepada kumpulan orang-orang kecewa karena kalah dalam
politik, karena dendam,dan karena kepentingan politik lainya. Oleh sebab itu
tindakan mereka selalu mengacu kepada kekerasan dalam guna memperkenalkan
kepada publik bahwa ada keberadaan mereka yang harus patut di hargai oleh
masyarakat.
Ada
berbagai macam alasan utama mereka sehingga mereka bisa membentuk
kelompok-kelompok untuk mengacaukan keamanan di wilayah kesatuan republik
indonesia ini.faktor - f aktor yang menjadi alasan mereka dan sangat
mempengaruhi mereka sehingga bisa membentuk kelompok seperti ini diantaranya
adalah ;
1. Faktor
politik
2. Dendam
3. Mencari
Nama/Jatii diri.
Ketiga
factor diatas ini sangat mempengaruhi mereka sehingga, mereka bisa menjadi
macan yang sangat ditakuti dimasyarakat maupun menjadi musuh pemerintah. Oleh
karena perbuatan mereka “membabi buta”.karena pada hakekatnya tujuan mereka
bukan menuntut pemerintah untuk kemerdekaan melainkan balas dendam terhadap
siapa yang dianggap musuh oleh mereka.
Kelompok
– kelompok ini sangat berahaya dan sangat ditakuti di masyarakat, karena setiap
persoalan atau masala mereka menjadi pihak pengadil atau hakim dan sejenisnya
sehingga mereka bisa menyelesaikan masalah dikampung-kampung tersebut dengan
cara mereka sendiri.
1. FAKTOR POLITIK
(PERKUMPULAN ORANG-ORANG KECEWA
DALAM BERPOLITIK)
Kelompok-kelompok
sparatis atau pengacau keamanan ini berada di papua pada umumnya dan di
pengunungan tengah pada khususnya. Dan salah satunya adalah kelompok yang
terbentuk karena kekecewaan mereka dalam berpolitik sehingga mereka bisa
membentuk kelompok dan membuat kacau di daerah tersebut.
Dari
hasil penelitian dan hasil interviw (Wawancara) yang dilakukan penulis,
di kabupaten Puncak Jaya kepada seorang pimpinan Kelompok yang engan
menyebutkan namanya, mengatakan bahwa, kelompok mereka ini terbentuk karena
kekecewaan dalam pertarungan politik di Pemilihan Umum (PEMILU) dan sebagainya.
Dalam pertarungan politik untuk menjadi wakil rakyat atau Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kabupaten. Orang – orang yang ada dalam
Kelompok ini bukan saja dari kabupaten puncak jaya tapi dari berbagai kabupaten
pengunungan yang ada di papua.
Pada saat
pemilihan umum (PEMILU) orang-orang dari kelompok ini ada yang mencalonkan diri
menjadi anggota wakil rakyat, namun dalam pelaksanaanya mereka ada yang kala
karena yang lebih berdominan adalah orang-orang yang mempunyai uang adapula
yang menang namun mereka merasa dipermainkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU)
dan ketua partai politik atau pimpinan (PARPOL) setempat. Mereka merasa bahwa
kekalahan yang mereka alami adalah bukan kekalahan murni dalam pesta demokrasi
melainkan di permainkan oleh oknum-oknum tertentu.
Kekecewaan
mereka bermula dari sinih sehingga dampaknya menjadi besar dan sampai di
seluruh nusantara ini. Mengetahui aksi yang mereka lakukan.dan kelompok ini
sekarang sangat ditakuti di lingkungan masyarakat dimana mereka berada. Dengan
melihat situasi politik seperti ini kami bisa mengatakan bahwa kelompok seperti
ini berdiri wajar saja karena kurangnya sumber daya manusia (SDM) di daerah dan
juga sistem politiik indonesia saat ini didukung dengan pengaruh lingkungan
yang begitu kuat sehingga jalan yang harus di tempuh oleh orang-orang yang
wawasanya masih terpengaruh dengan lingkungan sekitar adalah dengan cara
seperti ini agar suatu saat mereka juga bisa dihargai sama masyarakat di
lingkungan mereka berada.
Kelompok
ini disebut gerakan pengacau keamanan (GPK) dengan begitu tujuan-tujuan mereka
untuk jangka panjang bisa terealisasi.itu sangat ,mungkin karena sekarang ini
sistem demokrasi dan semua ada pada pilihan rakyat, seandainya suatu saat
mereka mau terlibat dalam politik bukan tidak mungkin masyarakat akan mendukung
mereka. Bukan karena hati nurani masyarakat namun karena mereka adalah penguasa
sememtara di masyarakat dengan demikian masyarakat tidak bisa bertingkah karena
ada berbagai macam ancaman.
Oleh
karena itu mereka sangat sensitif dalam menangapi setiap persoalan atau
peristiwa yang ada hubunganya dengan kelompok-kelompok ini. Kelompok ini
mempunyai tujuan dan visi-missi yang berbeda namun pergerakkan mereka dan nama
serta atribut yang digunakan adalah atas nama organisasi papua merdeka (OPM)
oleh sebab itu masyarakat mengatakan bahwa merekka adalah anggota OPM, namun
penulis dengan jelas memastikan bahwa kelompok ini bukan merupakan anggota OPM
yang memperjuangkan kemerdekaan Papua Barat. Karena ideologi kedua bela pihak
ini sangat berbeda, dan perlu kita ketahui bahwa yang disebut OPM adalah
sekumpulan kelompok orang yang tidak puas kebijakan,perlakuan maupun tindakan
pemerintah indonesia sehingga mereka menuntut untuk memisahkan diri dari negara
kesatuan republik indonesia (NKRI).
Sedangkan
kelompok ini terbentuk karena kecewa dalam berpolitik dan tujuanya berbeda. Kerena
perlu kita ketahui bahwa pimpinan atau aktor daripada kelompok ini adalah yang
berada di kota dan pastinya orang-orang ini adalah orang-orang politikus.
Dengan demikian sewaktu-waktu kelompok ini dengan leluasa menguasai birokrasi
eksekutif dan legislatif di pemerintahan karena jalur untuk menuju kesanah
mereka sudah menguasai masyarakat. Jadi ibaratnya tiket sudah ada di tangan dan
hanya menunggu waktu yang tepat untuk mengunakan tiket tersebut.
Dengan
begitu ke depanya jalan menuju target yang direncanakan oleh mereka tentu,
jalanya sudah terbuka dengan lebar dan tiket sudah di gengaman mereka hanya
menunggu waktu yang tepat untuk mereka berkuasa. Kelompok ini sangat berbahaya
dibanding dengan kelompok pimpinan Panglima tertinggi Bapak Goliat Tabuni,
sebagai pimpinan perjuangan papua merdeka.
Menurut
hasil interviw yang dilakukan penulis kelompok ini adalah titipan orang-orang
elite politik di pemerintah, mereka bukan menuntut kemerdekaan melainkan dengan
tindakan seperti itu mereka memasang target dalam pesta demokrasi dan lain
sebagainya ke depan. Karena alasan mereka bertindak sewenang-wenang seperti ini
sudah jelas bahwa apa yang menjadi tujuan mereka bisa diketahui melalui hasil
wawancara yang kami lakukan. Karena kekecewaan mereka sehingga mereka bertindak
seperti ini dan dalam jangka waktu seperti ini mereka bekerja keras walau itu
nyawa taruhanya, untuk itu kita bisa membayangkan sendiri apabila mereka
berhasil menguasai nantinya, kira-kira apa yang akan terjadi?, mereka dengan
serius mengejar cita-cita yang menjadi tujuan mereka yang belum tercapai itu
dengan berbagai macam cara.
2. DENDAM
Di Mana Terdapat Kelompok Banyak
Orang Yang Penuh Dengan Dendan Terhadap TNI/POLRI ( Balas Dendam )
Pengertian
Dendam merupakan suatu tindakan yang diakibatkan melalui perlakuan, perkataan
perbuatan terhadap seseorang yang tidak patut dipuji,terhadap orang bagaimana
hal itu tidak begitu muda untuk dilupakan dan akan diingat dan menjadi dendam
walaupun sudah lama kejadian itu berlangsung tapi si penerima perlakuan ini
menyipan dendan tersebut untuk dibalaskan kepada pihak atau oknum yang
membuatnya menyimpan dendam tersebut.
Dan dalam
pembahasan di bagian ini kami akan membahas suatu kelompok yang dimana
terkumpul berbagai orang pernah disakiti oleh oknum-oknum tertentu. Mereka
hanya membalaskan dendam yang selama ini mereka pendam kepada oknum-oknum yaang
menjadi target mereka. Yang melakukan mungkin satu dua oknum TNI/POLRI terhadap
masyarakat tapi dendam yang di balas bukan mencari oknum yang bersangkutan
namun pada tindakanya kena kepada seluruh anggota TNI/POLRI menjadi sasaran
pembalasan dendam kelompok ini.
Hal ini
memang perlu dan harus diperahtikan oleh pimpinan-pimpinan TNI/POLRI agar bisa
memberikan pemehaman kepada anggota TNI/POLRI di lapangan, karena sangat minim
pemahaman mereka sehingga mereka yang membuat masalah yang seharusnya tidak ada
menjadi ada dan itu mengakibatkan hal yang fatal.contohnya; dari perlakuan
anggota TNI/POLRI sehingga mereka menjadi kelompok yang menjadi lawan dari pada
negara.
Dimana
kita ketahui bahwa anggota TNI/POLRI yang bertugas di Papua sangat jauh berbeda
tingka lakunya sama anggota TNI/POLRI di pulau indonesia lainya yang kita lihat
sekarang. Pada umumnya anggota TNI/POLRI yang bertugas di papua bertindak
sewenang – wenang mereka, dan seakan mereka menjadi jagoan kaya di Film-film
bisa berbuat apa saja seenaknya kepada masyarakat. Hal-hal seperti ini
memancing emosi atau kemarahan masyarakat, dan pada akhirnya hal yang tidak
pernah di duga bisa terjadi seperti saat ini.
Dari
hasil penelitian dan wawancara yang dilakukan oleh kami, dimana kami menemukan
banyak keterangan dari mereka kenapa sampai bisa menjadi seperti itu. Mereka
mengatakan bahwa mereka menjadi seperti itu untuk membalaskan dendam mereka.
Karena alasan mereka bermacam-macam ; Ada yang dipukuli oleh anggota
karena mengkonsumsi minuman keras (Beralkohol), ada yang dipukuli karena salah
dalam ucapkan bahasa indonesia, ada yang direndam dan dipukuli karena disangka
berbuat kesalahan,dan adapula yang dihukum dengan alasan yang tidak jelas, ada
juga dipukuli karena dicurigai sebagai anggota OPM, adapula dihukum dan dihajar
kerena tidak membawa rokok dan sebagainya ke pos sewaktu ojek dan banyak alasan
lainya yang mereka katakan dan hukuman tidak pernah dengan nasihat namun
dipukuli lalu direndam. Dengan begitu mereka menjadi takut dan trauma
untuk bertemu kepada pihak TNI/POLRI. Hal-hal seperti ini memacu keinginan
mereka untuk membalaskan dendam mereka terhadap anggota TNI/POLRI.
Mereka
membalas dengan merebut senjata dan membunuh anggota TNI/POLRI lalu mereka
bergabung dalam suatu kelompok dan mengatasnamakan mereka juga TPN/OPM dengan
tujuan untuk membalas dendam.
Dari
tindakan aparat keamanan ini mengakibatkan orang-orang yang sebelumnya
baik-baik menjadi kejam dan melakukan tindakan-tindakan yang tidak terpuji dan
sangat merugikan banyak pihak bahkan merugikan negara.
Dan
mereka menjadi marah dan tertekan karena mereka dijadikan seperti budak yang
seenaknya disuruh apa-apa yang tidak mereka inginkan. Apabila mereka tidak
menuruti maka mereka diancam akan menembak mereka.
Hal-hal
seperti ini sangat mempengaruhi psikologis dari pada orang-orang yang menerima
perlakuan tersebut, menjadi trauma terhadap anggota TNI/POLRI. Seakan – akan
mereka berada dalam tekanan sehingga melakukan segala macam aktivitas dengan
normal dan lainya menjadi takut. Mereka selalu takut untuk menghadapi orang
yang memegang senjata serta yang berpakaian tentara maupun polisi. Dan
pengakuan mereka sebelumnya mereka selalu berjalan dalam rasa takut yang luar
biasa, bagai narapidana yang kabur dari penjara lalu diburu oleh pihak
keamanan.
Dalam
posisi tertekan seperti ini membuat mereka harus berpikir agar bagaimana
caranya sehingga mereka bisa hidup dengan bebas seperti selayaknya manusia
terlepas dari semua itu. Dalam hal-hal ini keputusan yang diambil oleh mereka
adalah dengan cara “Melawan” ke orang – orang tersebut dengan cara
merebut senjata dan membalaskan dendam.
Dari
kasus kecil seperti ini menjadi hal yang sangat besar dan merugikan masyarakat
dan negara, karena penyebab daripada masalah atau akar persoalan munculnya
kelompok-kelompok yang sebenarnya tidak harus ada. Penyebabnya adalah oknum
TNI/POLRI itu sendiri. Yang sebagaimana bertingka sebagai jagoan dan lupa
dengan fungsi utama mereka sehingga membawa masalah besar bagi bangsa ini.
Dan
dilihat kelompok seperti ini sangat subur dalam perkembanganya di banding
dengan kelompok yang mengatasnamakan TPN/OPM yang terlibat dalam politik.
Kelompok ini sangat subur seperti perlombahan yang merebutkan suatu hadiah yang
besar dan menduduki banyak anggota di bawah satu tingkat dari pada kelompok
TPN/OPM pimpinan panglima besar Goliat Tabuni.
Perkembangan
kelompok ini sangat subur karena disinih adalah kumpulan banyak orang yang
menyimpan dendam terhadap anggota TNI/POLRI, dan jumlah mereka selalu
meningkat. Karena mereka merasa bahwa apa yang mereka jalani itu adalah hal
yang positif menurut mereka karena terlepas dari semua beban yang selama ini
mereka alami dan mereka merasa bebas. Dan juga mereka merasa bangga karena
mereka ditakuti oleh masyarakat dan juga TNI/POLRI. Apabila ditanya kepada
mereka, apakah tindakan kalian seperti ini kalian menyesal atau tidak?, namun
mereka dengan lantang menjawab bahwa mereka tidak menyesal karena kebebasan
yang mereka inginkan mereka bisa dapatkan dari pada mereka harus berada dalam
tekanan dan rasa ketakutan. Dilihat dari jawaban seperti ini, ada pertanyaan
yang muncul bahwa siapa yang patut disalahkan? Apakah TNI/POLRI? Ataukah
kelompok ini?. Dan saya rasa Pembaca sudah mengetahui jawabanya.
3. Mencari Nama atau Jati Diri
Dalam
bagian ini masih terdapat hubungan dengan bagian ke-2 , sebab dalam
perkembangan kelompok ini hampir sama dan sangat subur . Bagaimana tidak?
kelompok ini bekerja seperti ibarat 2 kesebelasan bertanding untuk merebut
hadiah, dan mereka berlomba untuk menyebloskan bola ke gawang lawan atau
mencetak gol. Kenyataan yang Sangat mengerikan membunuh seorang manusia seperti
ibarat permainan bola kaki.
Karena
siapa yang memegang senjata berati dia adalah seorang ketua kelompok dan
berkuasa atas apa saja. Dan mereka yang bersaing untuk merebut senjata kepihak
TNI/POLRI, karena persaingan diluar sana juga berkembang dengan pesat. Karena
mereka ini berumur sekitar 16 s/d 23 tahunnan. Yang bisa menasihati mereka
tidak ada dikelompok mereka sehingga mreka dengan bebas dan sesuka hatinya
bertindak . Para kepala suku , ketua adat,tokoh agama, dan para tua-tua yang
menasihati merekapun, tidak mereka hiraukan apalagi masyarakat biasa .
Kelompok
ini sangat berbahaya karena hanya membunuh itu yang ada dipikiran mereka .salah
satu pengaruh yang membuat mereka adalah orang yang memegang senjata , dia
seakan akan seperti seorang raja, dan para gadis yang masih dibawah umur 13 s/d
18 tahunan berlomba untuk mendapatkan siapa dia. Bahkan dia sangat di puja oleh
kaum wanita yang masih belum cukup umur untuk menjadi seorang istri. Bahkan
adapula yang mempunyai istri lebih dari pada 5 wanita muda, hanya karena dia
bisa memegang senjata. Hal – hal seperti ini mempengaruhi ke anggota lainya
yang belum memiliki senjata untuk memacu andrenalinya untuk berbuat
tindakan-tindakan melanggar hukum seperti ini. Kelompok ini adalah dimana
kumpulan para remaja yang belum dewasa yang dimana mencari jati diri mereka
dengan cara seperti ini, karena memang pengaruh lingkungan yang sangat kuat.
Dengan
begitu pengaruhnya, sehingga anggota muda lainya yang belum mempunyai senjata
berjuang dengan berbagai cara untuk mendapatkan senjata, dengan cara membunuh
pihak berwajib/keamanan,l alu direbutlah senjatanya.agar mereka bisa menjadi
seperti pimpinan mereka. Karena pengaruh lingkungan yang begitu besar sehingga
kebanyakan anak-anak mudah yang mendiami dibalik gunung rata-rata menjadi
anggota kelompok agar mereka juga ditakuti oleh masyarakat mereka dan bisa
dipuji bahkan bisa menjadi rebutan kaum hawa kaum wanita.
Kelompok
ini tidak mengerti dengan ideologi untuk merdeka, mereka hanya ikut-ikutan
mengatas namakan TPN/OPM.karena seperti yang kita uraikan. Dari bahasa mereka
penyebab atau akar dari permasalahan mereka seperti tiu bukan karena untuk
memisahkan diri dari NKRI melainkan ingin membalaskan dendam mereka terhadap
TNI/POLRI itu semua musuh mereka ,mereka tidak mengincar pihak atau Individu
yang pernah menyakiti mereka, namun nama TNI/POLRI yang menjadi musuh mereka.
Karena mereka merasa bahwa dendam mereka terhadap pihak berwajib tersebut harus
dibayar. Disamping itu karena pengaruh kekuasaan di dalam kelompok mereka
menjadi salah satu faktor penting yang mendorong mereka sehingga, mereka berpikir
untuk bisa menyamainya. Apabila seorang anggota biasa berhasil merebut senjata
maka di disebut sebagai orang yang berprestasi dan di kagumi di kelompok mereka
dan akan di berikan anggota atau pengikutnya.
Penulis
mencoba menanyakan bagaimana cara bisa dengan mudah mendapatkan senjata bahkan
peluru, namun mereka menjawab kalau senjata mereka membunuh lalu merebut
senjata tapi, kalau peluru mereka mengataka bahwa TNI/POLRI yang ada didalam
jugakan butuh uang jadi kami beli dari mereka, bahkan mereka mengatakan bahwa
semua TNI/POLRI yang didalam tidak semuanya baik-baik kata mereka.
Dicoba
untuk bertanya pihak TNI atau POLRI ? Namun mereka mengatakan bahwa ke 2
belah pihak sama saja, namun mereka tidak bisa menyebutkan nama-nama TNI/POLRI
tersebut.Sepertinya sudah ada perjanjian antara ke 2 belah pihak dalam
bertransaksi sehingga mereka saling melindungi rekan bisnis mereka, soal
ditanya bagaimana cara perawatan senjata? Mereka mengatakan itu hal yang mudah
dan bahkan didepan saya mereka bisa membongkar senjata, lalu dibersihkan dan
dipasang kembali seperti bentuk semula dalam waktu yang lebih singkat kurang
dari 1 jam, seperti marinir yang sudah terlatih diakademi militer maupun
kepolisian. Dan ditanya siapa yang ajarin? Mereka mengatakan itu hal yang mudah
tidak diajarin juga kami sendiri mudah untuk melakukannya, katanya.
BAGIAN KETIGA
Perbedaan Tindakan Kelompok
TPN/OPM
Di Lapangan.
Dalam
kelompok-kelompok ini kita bisa mengetahui dan bisa membedakan
kelompok-kelompok sparatis mana yang anggota organisasi papua merdeka dan mana
yang bukan memperjuangkan kemerdekaan papua merdeka namun mereka punya maksud
dan tujuan tersendiri. Mereka ada 3 kelompok namun dalam tindakan hanya ada 2
perbedaan sebab yang lainnya pergerakan hampir sama.
Ada dua
macam perbedaan dalam melakukan tindakan atau gerakan yang bisa kita ketahui
antara lain:
1.Tindakan
TPN/OPM (asli) Dan Pergerakanya.
2.Tindakan
TPN/OPM GPK(mengatasnamakan)
1. Tindakan TPN/OPM Yang Berjuang
Untuk
Kemerdekaan papua Barat.
Organisasi papua
merdeka (OPM) ini bisa ketahuan dalam aksi dan tindakannya karena organisasi
ini sangat terorganisaasi dalam kelompok maupun dalam aksinya.
Mereka
muncul tidak setiap waktu, atau setiap bulan namun kedatangan mereka kita bisa
tahu bahwa aksi mereka itu jelas, contohnya: waktu tanggal 17 agustus mereka
keluar buat kacau, karena waktu itu merupakan hari kemerdekaan NEGARA KESATUAN
REPUBLIK INDONESIA (NKRI) tanggal 17 agustus 1945 dan juga pada tanggal 1
desember ,karena itu merupakan hari kemerdekaan papua barat dan mereka memperingati
hari tersebut. Hanya ada 2 momen ini yang mereka bisa buat ganguan setiap
tahunnya.Organisasi TPN/OPM merupakan suatu organisasi yang sangat rapih dan
terorganizir. Hal ini yang membedahkan OPM lainya.
Dan
mereka keluar kalau mereka merasa terganggu kepada pihak-pihak tertentu.TPN/OPM
yang memeperjuangkan kemerdekaan papua barat sangat rapih bahkan dia tidak bisa
menganggu masyarakat biasa . Sebelum melakukan segala sesuatu hal pertama
mereka menyusun dan merencanakan kegiatan mereka dan mempertimbangkan banyak
hal lalu bertindak.
Tindakan
atau pergerakkan yang dilakukan oleh organisasi papua merdeka (OPM) bukan hanya
di papua saja, karena organisasi ini sangat besar dan mempunyai jaringan
nasional bahkan sampai ke internasional. Perjuangan mereka sangat serius dalam
melakukan tindakan-tindakan mereka serta perjuangan mereka untuk melepaskan
diri dari negara kesatuan republik indonesia.
Kelompok
ini merupakan kelompok yang sudah banyak makan garam sehingga mereka bisa
bertindak seperti ini, karena dalam perjuangan ini banyak elemen peting yang
terlibat bahkan ada yang melibatkan diri. Karena dari elemen masyarakat,tokoh
adat, hamba tuhan, pelajar sampai dengan para politisi terlibat dan ikut serta
memperjuangkan kemerdekaan papua barat. Dengan begitu kita bisa membayangkan
bahwa perjuangan mereka saat ini adalah perjuangan yang sangat serius untuk
memperjuangkan ideologi mereka.
Karena
pergerakan dan tindakan mereka kami tidak bisa menyangkal lagi oleh karena apa
yang sering terjadi disekeliling kita atau wilayah NKRI ini kita menyaksikan
sendiri peristiwa demi peristiwa yang berlangsung. Dari aksi – aksi yang
dilakukan oleh para mahasiswa, para aktivis,dan sebagainya. Dan baru-baru ini
kita digemparkan dengan perwakilan kantor OPM dibuka di negeri Elisabet inggris
yaitu tepetnya di Oxford, yang memusingkan pemerintah indonesia dan
mengemparkan di negeri ini sehingga para pengamat dan para pimpinan republik
ini membahas hal ini kepada publik melalui media masa dari satu stasiun TV
berpindah ke stasiun TV lain hanya untuk membahas tentang permasalahan ini.
Berarti dengan begini kita tidak dapat menyangkal bahwa pergerakan organisasi
ini sangat luar biasa adanya karena berskala internasional.
2. Tindakan Yang Mengatas Namakan
TPN/OPM
Namun tidak
demikian dengan kelompok yang lain mengatas namakan diri sebagai TPN/OPM ini.
Karena tindakan mereka itu tidak punya skedul oleh sebab itu kapan dan dimana
saja bisa terjadi penyerangan ter hadap oknum-oknum yang dianggap sebagai musuh
mereka . Karena tujuan mereka sendiri berbeda dengan kelompok lainya oleh sebab
itu , mereka tidak pernah mengatur jadwal dan mencari moment yang tepat. Tapi ,
dimana saja mereka merasa bisa, maka langsung mereka lakukan disaat itu juga .
Mereka tidak berpikir keselamatan masyarakat dan sebagainya, tindakan mereka
sangat berbahaya dan membabi buta . Hal ini yang membedahkan TPN/OPM dan GPK
atau kami sebut sebagai TPN/OPM palsu yang mengatasnamakan diri sebagai
berjuang untuk kemerdekaan bangsa papua barat. .
Tindakan
kelompok ini sangat brutal sebab semuanya tidak ada yang bisa diatur dan tidak
ada yang bisa mengalah untuk dinasehati. Karena kelompok ini merupakan kelompok
garis keras walaupun tidak berkembang dan menyebar luas seperti kelompok yang
menntut kemerdekaan kepada negara kesatuan republik indonesia (NKRI). Namun
kelompok ini sangat berbahaya karena tindakan mereka seperti ini.
Kalau
kita mengatakan kelompok ini sebagai GPK seperti ini mungkin ada kelompok
masyarakat atau warga negara tidak berpendapat dengan kami, namun inilah fakta,
kenyataan atau riil yang ada di lapangan melalui, wawancara apa adanya
dilakukan peneliti seperti terdapat dalam tulisan kami dikertas putih ini.
Karena kami juga merasa ada yang tidak beres maka kami tergerak hati untuk
menempatkan diri dilapangan dan melakukan penelitian melalui wanwancara dan
juga pengamatan kami dilapangan didukung dengan yang terdapat dalam buku-buku
yang diterbitkan tentang kelompok ini atau menyangkut keseluruhan tentang
papua. Pada akhirnya kami bisa dapat hasil seperti ini dan bisa dilihat oleh
saudara-saudari untuk bisa mendapatkan jawaban yang tepat terhadap selama ini
menjadi pertanyaan anda.
Dengan
demikian kita bisa membedahkan bahwa kelompok-kelompok TPN/OPM yang ada di bumi
cenderawasih ini, bukan ada satu tujuan tapi ada beberapa tujuan sehingga
daerah selalu dinyatakan oleh banyak orang bahwa papua adalah daerah konflik.
BAGIAN KEEMPAT
KEPENTINGAN POLITIK DALAM TUBUH ORGANISASI
TPN/OPM
DI BUMI PAPUA
A.
Pendahuluan
Kebanyakan
pengamat luar atau kebanyakan dari kita hanya melihat satu dimensi dari konflik
yang terjadi di papua, yaitu pemerintah indonesia melawan gerakan kemerdekaan
atau yang dikenal dengan kelompok separatis. Namun permasalahan tersebut bukan
satu-satunya permasalahan yang ada di papua, sebenarnya permasalahan tersebut
jauh lebih kompleks. Ada berapa hal juga penting, misalnya ketegangan antara
suku dan antar penduduk dan lainya. Selain itu adapula persaingan untuk
mendapatkan kekuatan politik dan juga nama besar dan pengaruh keberadaan
separatis menjadi ajang untuk mencari uang serta mencari kekuasaan para
politisi dan para komandan-komandan TNI/POLRI.
Keberadaan
separatis atau organisasi papua merdeka dengan berbagai macam kelompok yang
mengatasnamakan OPM yang berada di wilayah papua ini menjadi ajang bisnis oleh
oknum-oknum tertentu. Dan juga menjadi ajang politik di daerah-daerah dimana
terdapat keberadaan organisasi papua merdeka (OPM) berada. Bahkan adapula
menjadi ajang kepentingan pribadi individu-individu tertentu. Dan ada beberapa
macam kepentingan yaitu :
1. Kepentingan
Politik
2. Kepentingan
Pribadi
3. Kepentingan
Bisnis
4. Ajang
Korupsi Para Pejabat
Hal-hal
diatas ini merupakan kepentingan-kepentingan yang terjadi dalam keberadaan OPM
atau yang sering di sebut separatis di wilayah NKRI. Karena para pemimpin
bangsa ini tidak serius dalam menanggani masalah seperti ini maka, ada saja
oknum-oknum yang sudah disebutkan diatas ini memanfaatkan situasi yang ada
untuk kepentingan mereka masing-masing dari politik, korupsi sampai dengan
bisnis.
Kepentingan Politik
Keberadaan
Organisasi Papua Merdeka (OPM) adalah bukan rahasia lagi bagi bangsa ini, kita
sudah mengetahui bersama karena ini suadah menjadi rahasia umum bahwa, mereka
tidak merasa cocok hidup berdampingan dengan bangsa indonesia maka mereka ingin
memisahkan diri dari NKRI ini. Hal ini bukan rahasia lagi namun, maksud kami
adalah dalam keberadaan organisasi ini ada oknum-oknum tertentu memanfaatkan
situasi yang ada menjadi panggung politik dengan tujuan yang berbeda-beda.
Seperti
yang kita sudah bahas awal diatas merupakan salah satunya dan masih banyak hal
lagi yang lebih menarik dalam pembahasan ini. Karena
Benarkah
OTSUS DAN UP4B
Sebagai Solusi Untuk Penyelesaian Masalah Papua?
A.Latar belakang
Berbicara tentang Papua yang tertindas dalam
pikiran kita adalah tanah yang kaya akan sumber daya alam (SDA), tetapi
sebagian besar rakyatnya hidup dalam penderitaan yang berkepanjangan sejak
berintegrasi dengan Indonesia tahun 1969 sampai berlakukannya Otonomi Khusus
(OTSUS). Bukan rahasia lagi bahwa Papua telah didera ketidakadilan, buruknya
penegakan supermasi hukum, tidak adanya penghormatan, pengkuan, perlindungan,
dan pemenuhan terhadap Hak Asasi Manusia ( HAM ), termasuk hak Masyarakat Adat.
Bahkan pembangunan ekonomi rakyat serta peningkatan kesejahtraan dalam rangka
kesetaraan dan keseimbangan dengan daerah lain juga berjalan lamban,tanpa hasil
yang signifikan. Walaupun dana Otonomi Khusus bermiliaran dan bahkan Triliunan
rupia belum ada tanda-tanda kesejahtraan kepada rakyat Papua dan semuanya
sebatas publikasi di media masa. Oleh karena itu menurut hemat saya “ Benarkah
Otonomi Khsusus sebagai Solusi untuk penyelesaian Masalah Papua”? Klau memang
benar Otsus sebagai solusi penyelesaian Papua masalah Papua berarti rakyat
Papua tidak mungkin menuntut segalanya hanya karena kita kurang serius
mempertangungg jawabkan, maka rakyat Papua menyadari bahwa pemerintah
Indonesia tidak sungguh-sungguh memperhatikan sesuai dengan harapan mereka
sampai hari ini, masih menuntut hak mereka, yaitu hak yang pernah dirampas oleh
Pemerintah Indonesia sejak tahun 1961. Pada hal secara dejure
bangsa Papua sudah memenuhi syarat menjadi sebuah Negara yang Merdeka
(telah berdiri sendiri di atas tanahnnya sendiri), namun kini dirampas oleh Pemerintah
Indonesia, hanya kepentingan politik dan ekonomi. Dengan tuntutan tersebut
sejak tahun 2001 diberikan OTSUS sebagai solusi atau untuk akhiri tuntutan
rakyat Papua Merdeka, tetapi kenyataan sekarang bukan lagi menjadi solusi
melainkan terjadi penindasan, kekerasan militer, penembahkan atas nama TPN-OPM,
perampasan hak Masyarakat Adat, dan ketidakadilan (ekonomi, pendidikan, politik
dan HAM ).
B. OTSUS hanya gula-gula politik Negara
Indonesia
Dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945,
pada sila kelima Pacasila menyebutkan “ Keadilan Sosial bagi SELURUH Rakyat
Indonesia”. Sementara itu UUD 45 menegaskan cita-cita dan tujuan Negara adalah
membentuk suatu pemerintah Negara Indonesia yang melindungi SEGENAP bangsa
Indonesia,seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukkan kesejahtraan
UMUM, mncerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi,dan KEADILAN SOSIAL ” ( pembukaan).
Adakah semua itu telah terjadi di Papua dengan berlakunya OTSUS di seluruh
Papua?
Dalam perspektif hak asasi manusia, pembangunan
yang menciptakan masyarakat adil, makmur dan sejahtra itu adalah hak asasi
manusia yang tidak dapat diabaikan oleh kepentingan pribadi. Oleh karena itu,
Negara berkewajiban untuk menghormati, melindungi, dan memenuhinya, namun
kenyataan sekarang tidak sejak berlakunya Otsus bagi rakyat Papua. Karena
Otsus yang diberikan oleh Pemerintah Indonesia kepada rakyat Papua itu
tidak dengan hati, karena sampai hari ini masih memegang ekornya sehingga
sulit dilepaskan. Kalau memang Otsus itu diberikan sungguh-sungguh
untuk kepentingan rakyat Papua berarti tidak perlu lagi
mengatur dan merampas haknya. Dengan masih memegang ekor ini, sehingga
rakyat Papua tidak menikmati kemerataan pembangunan di seluruh tanah
Papua dalam erah Otsus. Otsus yang diberikan itu, hanya sebagai
gugula-gula politik Negara Indonesia,maka tidak sepenuhnya dinikmati oleh
rakyat Papua sampai sekarang. Kalau memang Otsu situ sebagai jaminan dan
kesejahtraan untuk rakyat Papua Pemerintah jangan lagi memegang ekornya.
Tetapi menurut hemat saya Otsus yang diberikan ini, hanya karena rakyat Papua
menuntut MERDEKA, jadi pemerintah Indonesia memberikan Otsus sebagai gula-gula
politik. Dengan maksud demikian rakyat Papua telah menolak OTSUS bersama MRP
sejak tahun 2010-2011. Karena Rakyat Papua sungguh-sungguh
menyadari bahwa diperlakukan tidak adil dan tidak dihargai sebagai
manusia ciptaan Tuhan. Dengan demikian OTSUS bukan lagi menjadi
solusi untuk penyelesaian masalah Papua dan otsus hanya sebatas sandiwara
politik Negara Indonesia. Maka suatu saat akan bahaya masa depan anak
Papua,karena otsus tidak jelas diperlakukan di tanah Papua ( kepentingan
siapa).
C. Otsus hanya demi kepentingan ekonomi Indonesia
Dalam Undang-Undang No. 21/ 2001 tentang Otonomi
Khusus Papua diberlakukan hanya di Papua dan untuk orang Papua rambut keriting.
Dalam undang-undang itu menyebutkan bahwa penyelenggaraan pemerintahan dan
pelaksanaan pembangunan di Provinsi Papua selama ini belum sepenuhnya memenuhi
rasa keadilan, belum sepenuhnya memungkinkan tercapainya kesejatraan
rakyat, belum sepenuhnya mendukung terwujudnya penegakan hukum, dan belum
sepenuhnya menampakkan penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia ( HAM) di
Provinsi Papua,khususnya masyarakat Papua.
Dengan mau memperbaiki kesalahan Negara
itu,dilahirkanlah kebijakan khusus yang diteguhkan dalam Undang-Undang
Otonomi Khusus Papua. Semangat dasar dari Otonomi Khusus ini bukan saja “
perlindungan dan penghargaan terhadap etika dan moral, hak-hak dasar
penduduk asli, Hak Asasi Manusia, supermasi hukum, demokrasi, pluralism,serta
persamaan kedudukan, hak, dan kewajiban sebagai warga Negara, tetapi juga
meningkatkan taraf hidup masyarakat asli Papua di Provinsi Papua serta memberikan
kesempata kepada peduduk Asli Papua”. Namun demikian kenyataan sekarang
pemerintah kurang serius melaksanakan sesuai dengan amanat Undang-Undang
Otonomi Khusus Papua, dan rakyat Papua masih tetap miskin. Pada hal
secara ekonomis rakyat Papua sangat kaya dengan sumber daya alam (SDA).
Oleh karena itu, menurut hemat saya Otsus yang diberlakukan di Papua
hanya demi kepentingan ekonomi Indonesia,sehinggan ia memberikan kesempatan
kerjasama dengan investor asing untuk kepentingan mereka, dan bukan lagi
kepentingan rakyat Papua. Para investor ini telah membuka perusahaan
Freeport Indonesia, perusahaaan minyak tanah di Sorong, perushaaan kelapa sawit
di Taja-Lereh dan perusahaan Kayu di Kaimana-Sorong sudah puluhan tahun bekerja
di tanah Papua,tetapi tidak dinikmati oleh Orang Asli Papua. Pada hal ini
semua adalah kekayaan rakyat Papua dan yang harus dinimakti adalah
mereka,tetapi anenya yang dinikmati adalah para kapitalis dan pemodal. Rakyat
Papua yang seharusnya menikmati semuanya, tetapi mereka hanya tinggal dengan
air mata saja di atas tanahnha sendiri. Dengan kenyataan ini, kita jangan
melihat Otonomi Khusus sebagai solusi unuk penyelesaian masalah Papua, tetapi
melahirkan kekerasan militer,penindasan, pelanggaran HAM, ketidakadilan
ekonomi, politik, pendidikan dan pemusnahaan etnis Papua secara sistematis.
D. OTSUS Melahirkan Perbedaan dan Sukuisme
Pada sejak nenek moyang bangsa Papua hidup penuh
dengan damai dan tanpa perbedaan suku dan perampasan hak dari suku lain atau
marga tertentu, demikian juga terhadap alam. Alam Papua sangat kaya
dengan berbagai jenis flora dan fauna, dan semua ditata rapi tanpa diganggu
oleh ciptaan lain. Sehingga semua mereka saling melindungi dan menghargai
terhadap sesamanya sebagai satu ciptaan Tuhan. Alam penuh dengan keindahan dan
berbagai jalur sungai mengalir dari ujung ke ujung dengan jerni dan penuh
dengan ikan. Namun kenyataan sekarang kita susah mendapatkan hasil kekayaan
alam karena semua telah dihancurkan oleh orang Papua sendiri dan para investor
asing ( local) yang didatangkan oleh pemerintah Indonesia ( pemerintah
provinsi), maka seluruhnya telah dikuras habis dan generasi penerus tidak akan
menikmati lagi. Hal kongkretnya yang sering terjadi atas nama pembangunan
kampung (desa), Kecamatan, pemekaran kabupaten dan provinsi menghancurkan alam;
(hutan, air dan flora dan fauna tidak punya tempat tingggal lagi). Secara
nyata yang saya ketahui adalah di Distrik Yapsi dan sekitar Distrik
Lereh ( kabupaten Sentani) dengan kepentingan pembangunan dan perusahaan orang
Papua sendiri merelahkan hutannya dijual kepada orang pendatang dan para
investor demi kepentingan uang ( ekonomi) semata. Hal ini, pemerintah provinsi
juga kurang memberikan perlindungan dan pemeliharaan sehingga kekayaan alam
Papua semakin hancur. Selain alam diantara orang Papua sendiri mejadi pembunuh
sesama dan menjual sesama, mengaggu istri orang lain, dan bawa lari anak gadis.
Persoalan ini melahirkan pertentangan dan perselisihan walaupun mereka
satu keluarga atau satu marga telah menciptakan perbedaan dan sukuisme, pada
hal mereka adalah satu rumpun (satu nenek moyang). Selain itu, adalah adanya
pemekaran orang Papua tidak lagi menghargai diri dan sesama keluarga sehingga
sering terjadi permusuhan hanya karena ditipu oleh oknum tertentu dengan mengatasnamakan
pembangunan semata diera otonomi khusus ini. Oleh karena itu menurut hemat saya
Otonomi Khusus melahirkan perbedaan dan sukuisme, secara menyeluruh. Dengan
situasi inilah Bangsa Papua menuntut Merdeka, karena merdeka merupakan hak
segala bangsa.
Otsus
berpeluang penduduk non Papua Menguasai Papua
Perkembangan penduduk di tanah Papua dan Papua
Barat penduduk semakin banyak dari mana-mana datang ke Papua, dengan tujuan
mencari pekerjaan dan mencari hidup. Mereka ini disebut dengan
trans-migrasi, baik lokal maupun luar Papua berdatangan (terus banjir tanpa
merasa ragu dan takut). Trans-migrasi merupakan program Pemerintah Indonesia
untuk membuka lahan pertanian,perkebunan, dan persawahan di wilayah seluruh
Papua. Maka kini terjadinya penambahan penduduk semakin banjir tanpa
indentitas yang jelas ( KTP) datang melalui laut dan darat setiap Minggu
bahkan terus-menerus,maka satu hari sekitar 2.000 orang. Mereka yang datang
tanpa identitas jelas sering disebut penduduk gelap. Kalau kita mau
bandingkan dengan penduduk asli dan pendatang (transmigran) jumlahnya
sangat beda jauh. Sekarang peduduk asli yang saya lihat semakin turun dan
pendatang semakin tinggi penduduknya, maka secara demografi penduduk yang lebih
banyak adalah penduduk pendatang (sangat tinggi). Dengan kenyataan ini
kita perlu bandingkan bahwa sejak tahun 1969 penduduk asli Papua
berjumlah 815.000 jiwa lebih sesuai dengan data statistic Papua, orang
Papua berjumlah 1,8 jiwa. Sedangkan penduduk asli PNG berjumlah 6,
7 juta jiwa. Perbandingan jumlah penduduk antara Papua Bara dan PNG
perbedaannya sekitar 100.000 jiwa. Sedangkam pada tahun 2010
perbedaannya sangat besar yakni 4 juta jiwa. Ini berarti antara tahun
1969-2010 sekitar 4 juta orang asli Papua Barat telah hilang musnah. Berdasarkan
penelitian unversitas Sidney Australia menyimpulkan bahwa pada tahun 2010
persentase orang asli Papua 47%, pendatang 53%,pada tahun 2020 orang asli Papua
menjadi 23%, pedatang menjadi 75,5%; pada tahun 2030 orang asli Papua akan
musnah. Jika pemekaran terus meningkat,maka sebelum tahun 2030 orang Papua akan
musnah. Dengan hasil penelitian Universitas Sidney Australia saya sangat
mengawatirkan kalau orang Papua tidak mau menganalisis situasi zaman. Dengan
melihat hal ini, menurut hemat saya Otonomi Khusus bukan lagi menjadi solusi
untuk penyelesaian masalah Papua,melainkan dengan Otonomi Khusus secara
sistematis untuk mau memusnahkan orang Asli Papua dengan datangkan
penduduk trans-migrasi dan pemekaran.
Tanah Papua Adalah wilayah sengketa politik
Tanah Papua adalah salah satu wilayah sengketa
politik yang terus bermasalah sejak tahun 1960-an sampai sekarang (2013).
Sengketa politik yang terjadi disana antara Indonesia, Belanda, West Papua, dan
Amerika Serikat dengan latar belakang yang berbeda-beda.
Indonesia mencaplok Papua dengan latar belakang
Kepentingan Ekonomi Politik, sedangkan Belanda hanya ingin mewujudkan Politik
Etis atas papua sembari mengerok hasil alam disana (Minyak Bumi), sedangkan
West Papua adalah mewujudkan cita-cita HAM yang menjadi Hak mereka (mendirikan
negara merdeka yang telah diproklamirkan pada tanggal 1 Desember 1961),
sedangkan kehadiran Amerika Serikat murni dipicu atas kepentingan Ekonomi yang
diwujudnyatakan dengan eksploitasi PT. Freeport Mc Morand and Gold Copere (PT.
Freeport Indonesia).
Berdasarkan latar belakang masing-masing dapat
diukur siapa sebenarnya yang wajib dihargai kehendaknya, dan juga dapat
disimpulkan siapa sebenarnya yang bertanding atas dasar kerakusan dan
keserahkaan tanpa dasar yang jelas (Perang Atas Kerakusan). Disamping itu
melaluinya juga mampu menunjuk secara jelas tindakan Kolonialisme dan
Penjajahan atas Tanah Papua berdasarkan maotifasi pihak non papua diatas.
Dalam rutinitasnya Indonesia memandang semua
sikap dan tindakan orang papua untuk menunjukan eksistensi Hak Asasi Manusia
dengan kaca mata politik sehingga pendekatannya diwujudkan dengan pendekatan
Militeristik yang sudah, sedang, dan akan terus dipraktekkan disana sejak
tanggal 19 Desember 1961 (peluncuran TRIKORA). Pemahaman itu juga diwujudkan
melalui sistim pemerintahannya sehingga banyak sekali Tokoh Politik Papua
Merdeka yang dihukum dengan UU Subversi (1960-1998), serta Pasal Makar pada
KUHP dan UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951 Tentang Kepemilikan Senjata Api.
Semua tindakan Indonesia itu hanya semakin
menjelaskan posisi persoalan di Papua merupakan Konflik Politik atau Sengketa
Politik atau mungkin dapat disimpulkan bahwa sedang terjadi Pertarungan Politik
antara Indonesia (penjajah), dan Rakyat West Papua yang berkepanjangan tanpa
hentinya.
Pertarungan politik ini telah melahirkan sekian
pelanggaran HAM Berat dikedua belah pihak yang berkepanjangan, dan telah meraup
jumlah korban yang banyak, serta pengurasan dana negara untuk mendukung
kebutuhan diatas. Dampak akan pertarungan tersebut sangat menyedikan dan
terkesan tidak manusiawi, sebab telah mampu menciptakan suasana yang tidak
kondusif disana sehingga kebebasan rakyat sipil papua semakin sempit, bahkan
terkadang berujung pada penembakan terhadap rakyat sipil papua hanya untuk
menebus dendam Militer Indonesia, melalui tindakan itu telah meninggalkan rasa
duka yang mendalam dipihak keluarga yang ditinggalkan korban masing-masing
pihak yang hanya membakar terus api semangat untuk saling membalas.
Pada prinsipnya dampak pertarungan politik antara
Indonesia dan West Papua telah melahirkan korban dikedua belah pihak, terkait
jumlah bisa sama ataupun berbeda sebab secara objektif peralatan pendukung
pertarungan politik ini sangat berbeda mulai dari alat perang, dasar legal,
kebebasan, dan jumlah anggota masing-masing sehingga sangat tidak tepat jika
kita mengambil kesimpulan denganm berpihak pada salah satu kelompok.
Untuk melihat dan mengarisbawahi situasi krisis
kemanusiaan akibat pertarungan Politik ini, sangat tepat jika kita mengacu pada
latarbelakang, dan motifasi kedua kelompok diatas agar kemudian dapat menarik
kesimpulan yang tepat sasaran, objektif, dan menghargaai HAM masing-masing
pihak ditengah semangat kebersamaan Internasional.
Penembakan 8 orang anggota TNI dari Batalion 753
Nabire yang bertugas di Puncak Jaya, Papua pada tanggal 21 Februari 2013
kemarin merupakan serpihan pertarungan politik diatas, sikap pemerintah
Indonesia melalui Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan
mengelar Rapat Darurat di Istana Negara pada tanggal 22 Februari 2013 untuk
menyikapi persoalan itu sanggat berlebihan, dan terkesan mengalihkan isu dari
kasus korupsi yang sedang menimpa Partai Demokrat.
Pertanyaan tepat untuk menyikapi sikap SBY adalah
bagaimana Pelanggaran HAM terhadap 22 anggota KNPB ?, bagaimana nasib Almarhum
Musa Tabuni, dan Hubertus Mabel yang ditembak oleh aparat keamanan Indonesia
baru-baru ini ?, bagaimana nasib kasus Wasior Berdarah ?, bagaimana dengan
nasib Kasus Biak Berdarah, Bagaimana dengan Kasus Wamena Berdarah, dan
bagaimana kasus pelanggaran HAM Berat terhadap masyarakat Papua sejak
diberlakukan status DOM di tanah Papua. Mengapa dalam kasus-kasus itu
Pemerintah Republik Indonesia melalui Presiden SBY tidak mengambil sikap untuk
melakukan Rapat Darurat untuk menanggulangi persoalan HAM Berat yang dilakukan
oleh aparat keamanan Indonesia (TNI dan POLRI) ?.
Pertarungan politik antara Indonesia dan West
Papua sudah menjadi legenda dalam tubuh rakyat Indonesia, dan juga rakyat
internasional sebab merupakan suatu konflik yang tercipta bersamaan dengan
Konflik Politik antara Indonesia dan Belanda sehingga dapat disimpulkan bahwa
pertarungan politik ini telah diketahui oleh PBB sejak tahun 1960-an terlihat
dengan keterlibatan PBB dalam upayanya guna memberikan solusi bagi Penyelesaian
Konflik Politik Antara Indonesia Dan Belanda Atas Tanah Papua yang secara
otomatis terkesan membungkam Nasib Bangsa Papua. Sikap PBB tersebut sangat
jelas telah menyalahi ketentuan Internasioan tentang Deklarasi Internasional
Tentang Hak Asasi Manusia yang menjadi landasan didirikannya PBB pada tahun
1948.
Pertarungan Politik antara Indonesia dan West
Papua ini juga telah sukses mengatarkan negara Indonesia secara Kenegaraan
telah melanggar Konstitusi Negara Indonesia (UUD 1945) sebab didalamnya pada
bagian pembukaan telah jelas menyebutkan bahwa : “Kemerdekaan adalah hak segala
bangsa oleh sebab itu maka penjajahan didunia harus dihapuskan, karena tidak
sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan”.
Disamping itu secara kenegaraan Negara Indonesia
juga telah menghendaki adanya perampasan terhadap hak hidup pada masing-masing
pihak (TNI-POLRI atau TPN-OPM).
Selain itu Negara
Indonesia juga telah melanggar UU Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia
juga telah mengatur hak untuk menentukan kemerdekaan adalah hak setiap manusia
yang tidak bisa ganggu gugat oleh siapapun baik negara, istitusi, person, dan
lain sebagainya. Serta melanggar Konvenan Internasional Tentang Hak EKOSOB, dan
Kovenan Internasional Tentang Sipol yang telah diratifikasi kedalam UU Nomor 11
Tahun 2005 Tentang Hak Ekosob, dan UU Nomor 12 Tahun 2005 Tentang SIPOL juga
telah memberikan dasar bagi setiap bangsa untuk menentukan nasibnya sebagai
suatu negara yang merdeka pada pasal 1 UU masing-masing, dan juga melindungi
hak hidup setiap manusia di dunia.
Semenjak Reformasi (1998) pemerintah Indonesia
telah mengubah cara untuk melakukan Pelanggaran HAM Berat dengan jalan yang
sistematis melalui aturan hukum yang diciptakan seperti : Penghapusan UU Subversif
dan mengangkat Pasal 106 KUHP tentang makar serta Pasal 55 UU No 12 Tahun 1951
Tentang Kepemilikan Senjata Api sebagai perwujudan UU Subversi, lahirnya UU
Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otsus yang memberika rekomendasi kepada Pemerintah
Pusat untuk mengurus masalah Pertahanan dan Keamanan, UU Terorisme, dan PERPRES
No 2 Tahun 2013 Tentang Pengendalian Konflik Sosial untuk mengartikan konflik
vertical menjadi konflik social sebagai strategi praktis pengalihan isu di
lapangan.
Sangat tidak etis jika nasib ke-delapan anggota
TNI ini hanya ditujukan kepada Pelaku yaitu TPN-OPM, jika demikian maka
bagaimana dengan nasib anggota TPN-OPM yang sudah dibunuh oleh TNI dan POLRI ?
Demi mewujudkan kemanusiaan yang adil dan beradab
maka dihimbau kepada keluaga korban baik dipihak TNI-POLRI dan TNP-OPM untuk
membentuk suatu sikap yang tegas agar Mendesak KEDUA NEGARA YANG BERTIKAI dan
PERSERIKATAN BANGSA BANGSA (PBB) untuk segerah menyelesaikan Pertarungan
Politik Antara Negara Indonesia dan Negara West Papua yang telah meraup korban
jiwa keluarga kami bahkan tidak menutup kemungkinan akan menimpa kami. Tindakan
ini sangat dibutuhkan untuk menutup kemungkinan masing-masing pihak yang
berseteruh untuk terus bertarung dengan memanfaatkan rasa duka yang menimpa
keluarga korban untuk menciptakan korban baru.
Jika terdengar adanya korban anggota Militer di
dalam situasi perang antara dua kelompok adalah murupakan suatu kewajajaran,
tetapi sangat tidak wajar jika yang menjadi korban adalah masyarakat sipil yang
tidak berpartisipasi dalam situasi perang itu.
Telah mejadi rahasia umum bahwa TNI-POLRI Adalah
Alat Keamanan Negara INDONESIA, Sedangkan TPN-OPM Adalah Alat Keamanan Negara
WEST PAPUA. Strategi, taktik, dan tindakan yang dilakukan adalah oleh kedua
institusi ini adalah suatu kewajiban Negara yang telah dilimpahkan pada pundak
mereka sehingga mereka wajib menjalankannya. Terkait resiko yang akan dihadapi
kemudian sudah menjadi tanggungjawab pribadi, dan merupakan resiko tugas. Hal
ini sudah menjadi bagian dari diri setiap anggota TNI-POLRI dan TPN-OPM sebab
mereka sudah tahu pasti resiko itu.
Tertembaknya 8 (delapan) anggota TNI di Pucak
Jaya, Papua merupakan suatu keberlangsungan yang tidak dapat dipisahkan dari
ranah Pertarungan Politik antara Indonesia dan West Papua, sehingga dalam hal
memberikan pertanggunjawaban atas situasi bencana kemanusiaan di tanah papua
adalah kesalahan keduan Negara baik NEGARA INDONESIA maupun NEGARA WEST PAPUA.
Semoga dalam Rapat Darurat yang dipimpin langsung
oleh Susilo Bambang Yudhoyono Presiden Republik Indonesia diatas, dapat
menemukan solusi yang tepat dan bermartabat untuk mengatasi pertarungan politik
ditanah papua. Jika pada kesimpulannya nanti SBY mengambil tindakan untuk
Menambahkan Pasukan ke tanah papua dengan tujuan untuk melakukan pemburuan
pelaku penembakan maka jelas bahwa solusi yang ingin dilaksanakan adalah dengan
Jalan Kekerasan sehingga marilah kita bersama-sama menyaksikan Pelanggaran HAM
Berat yang akan terjadi selanjutnya di tanah papua.
Sesuai dengan standar Hukum Internasional dalam
upaya penyelesaian konflik politik antara dua pihak yang bertikai, dikenal 2
(dua) jalur penyelesaiaan, yaitu : 1). Jalur Kekerasan, dan 2). Jalur Damai.
Berdasarkan pengalaman mengunakan dua jalur diatas memberikan referensinya
masing-masing, secara umum perbedaannya yaitu; apabila jalan kekerasan yang
ditempuh maka dampaknya mampu menyelesaikan persoalan tetapi selalu berdampak
pada pelecehan terhadap Hak Asasi Manusia karena bersampul darah dan air mata,
dan apabila jalur damai yang ditempu maka akan berdampak pada penyelesaian
persoalan tanpa menimbulkan pelanggaran Hak Asasi Manusia.
Untuk mengatasi Pertarungan Politik Antara Negara
Indonesia dan Negara West Papua yang sudah, sedang, akan terjadi yang telah
melahirkan sekian korban baik harta benda, situasi, dan bahkan jiwa raga pada
kedua belah pihak dan bahkan berdampak pada rakyat sekitar maka dibutuhkan
suatu solusi yang bermartabat yang diakui secara Internasional diatas. Dengan
demikian maka peneyelesaian konflik politik idealnya adalah dengan Jalan Damai
agar terwujud cita-cita keberadaban manusia secara internasional, di era modern
dan globalisasi sebagai wujud penghargaan terhadap PBB dan Deklarsi
Internasional Tentang Hak Asasi Manusia.
Penyelesaian Konflik Politik antara Indonesia dan
West Papua mengunakan Jalur Damai secara teknis sudah banyak diusulkan dan
disosialisasi oleh beberapa pihak seperti JDP, LIPI, LSM, Gereja, dan lain
sebagainya dalam bentuk DIALOG, namun apakah organisasi-organisasi ini menjamin
tercapainnya penyelesaiann secara bermartabat ?. Sebatas usulan sangat dihargai
namun yang perlu dipahami bahwa ini menyangkut Nasib Suatu Bangsa dan Nasib
Hidup Manusia dikedua belah pihak yang bertikai sehingga dalam hal teknis
Penyelesaian Konflik Politik Antara Negara Indonesia Dan Negara West Papua
dengan Jalan Damai harus dipikirkan kembali.
Dalam semangat HAM dan DEMOKRASI secara
Internasional diakui slogan Dari Rakyat, Untuk Rakyat sebagai persembahan
Deklarasi Independen Day yang menempatkan posisi rakyat paling tinggi diatas
semua organisasi Internasional (Negara, dan Lembaga) artinya Rakyat Memegang
Kekuasaan Tertinggi, dan menetapkan slogan Suara Rakyat Adalah Suara Tuhan.
Dengan melihat semua penjelasan (pandangan umum,
analisis masalah, duduk persoalan, dan penjelasan dibagian akhir terkait solusi
kongkrit, serta mengacu pada rekomendasi Deklarasi Independen Day) diatas, maka
untuk menyelesaikan Konflik Politik Antara Negara Indonesia Dan Negara West
Papua sangat tepat dikembalikan kepada Perserikatan Bangsa Bangsa sebagai
Organiasi Internasional yang bertugas untuk Melindungi, Menghargai, dan
Mengangkat Hak Asasi Manusia Setiap Bangsa Di Dunia ini, selanjutnya bertindak
sebagai Mediator, dan secara Teknis Jalur Damai ini diberikan Kepada Rakyat
biarlah Rakyat yang menentukan sikap terkait apa yang dikehendakinya sebab
Suara Rakyat Adalah Suara Tuhan, antinya solusinya adalah REFERENDUM.***
0 komentar:
Posting Komentar
Terima kasih atas kunjungan anda. silakan tinggalkan pesan, kritik, saran, dan komentar anda yang sangat saya harapkan.