Orang Papua Jadi Warga Negara Kelas 2, Ditepis
Franzalbert Joku: Di PNG Orang Papua Diberikan Kemudahan-kemudahan
SENTANI—Adanya pernyataan anggota DPR Papua, Yanni beberapa hari lalu yang mengatakan orang asli yang menjadi Papua New Guinea (PNG) diperlakukan sebagai warga negara kelas II, ditepis mantan staf Perdana Menteri PNG Franzalbert Joku yang kini telah kembali ke pangkuan NKRI dan menjabat sebagai Ketua Umum Badan Otorita Adat Sentani (BOAS).
“Tidak benar jika orang Papua menjadi warga negara kelas II di PNG, dimana saya mau katakan bahwa sumber informasi dari Ibu Yanni sangat-sangat keliru,” tandas Franz yang sempat berdomisili di PNG selama 40 tahun atau 4 dasawarsa kepada Bintang Papua yang ditemui di kediamannya Rabu (01/08).
Menurut Franz, dirinya mengenal secara baik suka duka orang Papua bahkan tahu persis keadaan orang Papua di PNG, baik para pelintas batas yang tinggal di camp-camp perbatasan maupun masyarakat Papua yang sudah berintegrasi serta hidup dan bekerja di tengah-tengah masyarakat PNG.
“Banyak para profesional asal Papua yang sudah menjadi dokter, lawyer (pengacara), notaris atau bahkan bekerja di berbagai departemen penting di PNG,” tandasnya. Dituturkannya, meskipun dirinya mengetahui bahwa niat ibu Yanni sangat baik, tetapi sumber informasinya sangat keliru, bahkan dirinya berani mengatakan tidak benar berdasarkan pengalaman selama 40 tahun yang hidup di PNG, dimana hal tersebut menunjukkan kenyataan yang justru terbalik bahkan berbeda sekali.
“Darimana ibu Yanni bisa mendapatkan informasi tersebut? Mungkin saja beliau memperolehnya dari orang Papua yang memiliki pengalaman buruk di PNG,” tanyanya sembari tersenyum ramah.
Sekali lagi ditegaskannya bahwa hal tersebut pada dasarnya sangat keliru dan salah. Pasalnya, dirinya beserta orang Papua lainnya diperlakukan sebagai warga negara dalam arti yang sepenuhnya dan sesungguhnya.
“Kami tidak merasakan dan belum pernah merasakan menjadi warga negara kelas 2 atau 3,” tegasnya.
Dilanjutkannya, bahkan semua orang Papua yang belum menjadi warga negara PNG dan masih menunggu menjadi warga negara PNG diberikan perlakuan yang sama sebagai warga negara PNG.
“Tadi saya katakan bahwa belum jadi warga negara saja sudah bisa terjun dalam aktifitas di tengah-tengah masyarakat PNG seperti berhak bekerja di birokrasi pemerintahan, anak-anaknya diberikan beasiswa, kesempatan berusaha yang sama dan lain sebagainya,” tukasnya.
Diungkapkannya pula bahwa jika ada yang mengatakan bahwa orang Papua di PNG dikatakan sebagai warga negara kelas II, sejujurnya dirinya sangat tersinggung dan malu kepada kawan-kawan seperjuangannya yang merupakan orang PNG yang telah melayani dan melindungi, serta memberikan bantuan kepada orang Papua disaat Pemerintah Indonesia telah lalai memperhatikan orang Papua sehingga orang Papua ini hijrah ke PNG.
“Disana orang Papua diberikan kemudahan-kemudahan dalam menyelesaikan persoalan dan permasalahan,” imbuhnya.
Tetapi, dipaparkannya pula bahwa dirinya pun setuju dengan usulan ibu Yanni mengenai pemberian perhatian kepada orang Papua yang masih tinggal di camp-camp yang ada di perbatasan antara RI-PNG.
“Mereka inilah yang menurut saya perlu dibebaskan hidupnya,” pungkasnya.
Diakui Franz, perlu adanya kerjasama antara pemerintah PNG dan pemerintah Indonesia untuk memberikan perhatian kepada warga Papua yang hidup di camp-camp perbatasan ini.
“Mungkin komunitas ini yang perlu dibantu oleh pemerintah Indonesia. Banyak putra Papua yang menduduki posisi penting di birokrasi pemerintah PNG, bahkan kami diberikan kesempatan yang seluas-luasnya,” urainya.
Ditambahkannya, dirinya berpikir bahwa tidak ada putra Papua yang bisa dengan mudah menduduki posisi penting di birokrasi pemerintah Indonesia justru di birokrasi pemerintah PNG, orang Papua diberikan peluang dan kesempatan.
Franz juga menyebutkan bahwa dari jangka waktu 40 tahun berdomisili di PNG, sudah banyak putra Papua yang berhasil diantaranya menjadi seorang pilot yaitu Nick Meset asal Sarmi, Dani Wanma asal Biak dan Masin Daimoi asal Sentani. Tidak hanya itu, ada Tabita Suwae seorang Pengacara Abusment asal Sentani, dr. Adolf Saweri seorang Profesor di Fakultas Kedokteran Universitas PNG asal Sarmi, Gunthar Joku seorang calon Sekjen di Departemen Lingkungan Hidup PNG asal Sentani dan masih banyak lagi.”Banyak sekali putra Papua yang mendapat beasiswa untuk studi di luar negeri,” tutupnya.
0 komentar:
Posting Komentar
Terima kasih atas kunjungan anda. silakan tinggalkan pesan, kritik, saran, dan komentar anda yang sangat saya harapkan.