Oleh:uchu
nelly yoman
A. ETIKA
Kata etika, seringkali
disebut pula dengan kata etik, atau ethics (bahasa Inggris),
mengandung banyak pengertian.
Dari segi etimologi (asal kata),
istilah etika berasal dari kata Latin “Ethicos” yang berarti
kebiasaan. Dengan demikian menurut pengertian yang asli, yang dikatakan baik
itu apabila sesuai dengan kebiasaan masyarakat. Kemudian lambat laun pengertian
ini berubah, bahwa etika adalah suatu ilmu yang mebicarakan masalah
perbuatan atau tingkah laku manusia, mana yang dapat dinilai baik dan mana yang
dapat dinilai tidak baik.
Etika juga disebut ilmu normative, maka
dengan sendirinya berisi ketentuan-ketentuan (norma-norma) dan nilai-nilai yang
dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Etika merupakan cabang filsafat yang
mempelajari pandangan-pandangan dan persoalan-persoalan yang berhubungan dengan
masalah kesusilaan, dan kadang-kadang orang memakai filsafat etika,
filsafat moral atau filsafat susila. Dengan demikian dapat dikatakan, etika ialah
penyelidikan filosofis mengenai kewajiban-kewajiban manusia dan hal-hal yang
baik dan buruk. Etika adalah penyelidikan filsafat bidang moral. Etika
tidak membahas keadaan manusia, melainkan membahas bagaimana seharusnya manusia
itu berlaku benar. Etika juga merupakan filsafat praxis manusia. etika
adalah cabang dari aksiologi, yaitu ilmu tentang nilai, yang
menitikberatkan pada pencarian salah dan benar dalam pengertian lain
tentang moral.
Etika dapat dibedakan menjadi tiga
macam:
1. etika sebagai
ilmu, yang merupakan kumpulan tentang kebajikan, tentang penilaian perbuatan
seseorang.
2. etika dalam
arti perbuatan, yaitu perbuatan kebajikan. Misalnya, seseorang dikatakan etis
apabila orang tersebut telah berbuat kebajikan.
3. etika sebagai
filsafat, yang mempelajari pandangan-pandangan, persoalan-persoalan yang
berhubungan dengan masalah kesusilaan.
Kita juga sering mendengar istilah descriptive
ethics, normative ethics, dan philosophy ethics.
a.
Descriptive ethics, ialah gambaran atau lukisan tentang etika.
b. Normative
ethics, ialah norma-norma tertentu tentang etika agar seorang dapat
dikatakan bermoral.
c.
Philosophy ethics, ialah etika sebagai filsafat, yang menyelidiki
kebenaran.
Etika sebagai filsafat, berarti
mencari keterangan yang benar, mencari ukuran-ukuran yang baik dan
yang buruk bagi tingkah laku manusia. Serta mencari norma-norma, ukuran-ukuran
mana susial itu, tindakan manakah yang paling dianggap baik. Dalam filsafat,
masalah baik dan buruk (good and evil) dibicarakan dalam etika. Tugas
etika tidak lain berusaha untuk hal yang baik dan yang dikatakan buruk.
Sedangkan tujuan etika, agar setiap manusia mengetahui dan menjalankan
perilaku, sebab perilaku yang baik bukan saja bagi dirinya saja, tetapi juga
penting bagi orang lain, masyarakat, bangsa dan Negara, dan yang terpenting
bagi Tuhan yang Maha Esa.
Dalam kamus besar bahasa
Indonesia terbitan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1988), etika dirumuskan
dalam tiga arti, yaitu;
1.
Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban
moral (akhlak).
2.
Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak.
3.
Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
Bertens mengemukakan bahwa urutan tiga arti
tersebut kurang kena, sebaiknya arti ketiga ditempatkan didepan karena lebih
mendasar daripada yang pertama, dan rumusannya juga bisa dipertajam lagi.
Dengan demikian, menurut Bertens
tiga arti etika dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Etika
dipakai dalam arti: nilai-nilai atau norma-norma yang menjadi pegangan
seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Arti ini disebut
juga sebagai “system nilai” dalam hidup manusia perseorangan atau hidup
bermasyarakat. Misalnya etika orang jawa, etika agama Buddha.
2. Etika
dipakai dalam arti: kumpulan asas atau nilai moral. Yang dimaksud disini
adalah kode etik. Misalnya, Kode Etik Advokat Indonesia.
3. Etika
dipakai dalam arti: ilmu tentang yang baik dan yang buruk. Arti etika
disini sama dengan filsafat moral.
Dihubungkan dengan Etika Profesi
Sekretaris, etika dalam arti pertama dan kedua adalah relevan karena
kedua arti tersebut berkenaan dengan perilaku seseorang atau sekelompok profesi
sekretaris. Misalnya sekretaris tidak bermoral, artinya perbuatan sekretaris
itu melanggar nilai-nilai dan norma-norma moral yang berlaku dalam kelompok
sekretaris tersebut. Dihubungkan dengan arti kedua, Etika Profesi Sekretaris
berarti Kode Etik Profesi Sekretaris.
Pengertian
etika juga dikemukakan oleh Sumaryono
(1995), menurut beliau etika berasal dati istilah Yunani ethos
yang mempunyai arti adapt-istiadat atau kebiasaan yang baik. Bertolak dari
pengertian tersebut, etika berkembang menjadi study tentang kebiasaan manusia
berdasarkan kesepakatan menurut ruang dan waktu yang berbeda, yang
menggambarkan perangai manusia dalam kehidupan manusia pada umumnya. Selain
itu, etika juga berkembang menjadi studi tentang kebenaran dan ketidakbenaran
berdasarkan kodrat manusia yang diwujudkan melalui kehendak manusia.
Berdasarkan perkembangan arti tadi, etika dapat dibedakan antara etika
perangai dan etika moral.
1.
Etika Perangai
Etika perangai adalah adat istiadat
atau kebiasaan yang menggambaran perangai manusia dalam kehidupan bermasyarakat
di aderah-daerah tertentu, pada waktu tertentu pula. Etika perangai tersebut
diakui dan berlaku karena disepakati masyarakat berdasarkan hasil penilaian
perilaku.
Conto etika perangai:
-
berbusana adat
-
pergaulan muda-mudi
-
perkawinan semenda
-
upacara adat
2.
Etika Moral
Etika moral berkenaan dengan
kebiasaan berperilaku yang baik dan benar berdasarkan kodrat manusia. Apabila
etika ini dilanggar timbullah kejahatan, yaitu perbuatan yang tidak baik dan
tidak benar. Kebiasaan ini berasal dari kodrat manusia yang disebut moral.
Contoh etika moral:
-
berkata dan berbuat jujur
-
menghargai hak orang lain
-
menghormati orangtua dan guru
-
membela kebenaran dan keadilan
-
menyantuni anak yatim/piatu.
Etika moral ini terwujud dalam
bentuk kehendak manusia berdasarkan kesadaran, dan kesadaran adalah suara hati
nurani. Dalam kehidupan, manusia selalu dikehendaki dengan baik dan tidak baik,
antara benar dan tidak benar. Dengan demikian ia mempertanggung jawabkan
pilihan yang telah dipilihnya itu. Kebebasan kehendak mengarahkan manusia untuk
berbuat baik dan benar. Apabila manusia melakukan pelanggaran etika moral,
berarti dia berkehendak melakukan kejahatan, dengan sendirinya berkehandak
untuk di hukum. Dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, nilai moral
dijadikan dasar hukum positif yang dibuat oleh penguasa.
Etika
Pribadi dan Etika Social
Dalam kehidupan masyarakat kita
mengenal etika pribadi dan etika social. Untuk mengetahui etika
pribadi dan etika social diberikan contoh sebagai berikut:
1)
Etika Pribadi. Misalnya seorang yang berhasil dibidang usaha (wiraswasta) dan
menjadi seseorang yang kaya raya (jutawan). Ia disibukkan dengan usahanya
sehinnga ia lupa akan diri pribadinya sebagai hamba Tuhan. Ia mempergunakan
untuk keperluan-keperluan hal-hal yang tidak terpuji dimata masyarakat
(mabuk-mabukan, suka mengganggu ketentraman keluarga orang lain). Dari segi
usaha ia memang berhasil mengembangkan usahanya sehinnga ia menjadi jutawan,
tetapi ia tidak berhasil dalam emngembangkan etika pribadinya.
2)
Etika Social. Misalnya seorang pejabat pemerintah (Negara) dipercaya untuk
mengelola uang negara. Uang milik Negara berasal dari rakyat dan untuk rakyat.
Pejabat tersebut ternyata melakukan penggelapan uang Negara utnuk kepentingan
pribadinya, dan tidak dapat mempertanggungjawabkan uang yang dipakainya itu
kepada pemerintah. Perbuatan pejabat tersebut adalah perbuatan yang merusak
etika social.
B. MANFAAT
ETIKA
1.
Dapat membantu suatu pendirian dalam beragam pandangan dan moral.
2.
Dapat membantu membedakan mana yang tidak boleh dirubah dan mana yang boleh
dirubah, sehingga dalam melayani tamu kita tetap dapat yang layak diterima dan
ditolak mengambil sikap yang bisa dipertanggungjawabkan.
3.
Dapat membantu seseorang mampu menentukan pendapat.
4.
Dapat menjembatani semua dimensi atau nilai-nilai yang dibawa tamu dan yang
telah dianut oleh petugas.
C. ETIKET
Dua istilah, yaitu etika dan etiket
dalam kehidupan sehari-hari kadang-kadang diartikan sama, dipergunakan silih
berganti. Kedua istilah tersebut memang hampir sama pengertiannya, tetapi tidak
sama dalam hal titik berat penerapan atau pelaksanaannya, yang satu lebih luas
dari pada yang alin.
Istilah etiket berasal dari
kata Prancis etiquette, yang berarti kartu undangan, yang lazim
dipakai oleh raja-raja Prancis apabila mengadakan pesta. Dalam perkembangan
selanjutnya, istilah etiket berubah bukan lagi berarti kartu undangan yang
dipakai raja-raja dalam mengadakan pesta. Dewasa ini istilah etiket lebih
menitikberatkan pada cara-cara berbicara yang sopan, cara berpakaian, cara
menerima tamu dirumah maupun di kantor dan sopan santun lainnya. Jadi, etiket
adalah aturan sopan santun dalam pergaulan.
Dalam pergaulan hidup, etiket
merupakan tata cara dan tata krama yang baik dalam menggunakan bahasa maupun
dalam tingkah laku. Etiket merupakan sekumpulan peraturan-peraturan kesopanan
yang tidak tertulis, namun sangat penting untuk diketahui oleh setiap orang
yang ingin mencapai sukses dalam perjuangan hidup yang penuh dengan persaingan.
Etiket juga merupakan aturan-aturan
konvensional melalui tingkah laku individual dalam masyarakat beradab,
merupakan tatacara formal atau tata krama lahiriah untuk mengatur relasi
antarpribadi, sesuai dengan status social masing-masing individu. Etiket
didukung oleh berbagai macam nilai, antara lain;
1.
nilai-nilai kepentingan umum
2.
nilai-nilai kehjujuran, keterbukaan dan kebaikan
3.
nilai-nilai kesejahteraan
4.
nilai-nilai kesopanan, harga-menghargai
5.
nilai diskresi (discretion: pertimbangan) penuh piker. Mampu membedakan
sesuatu yang patut dirahasiakan dan boleh dikatakan atau tidak dirahasiakan.
Diatas dikatakan bahwa etiket
merupakan kumpulan cara dan sifat perbuatan yang lebnih bersifat jasmaniah atau
lahiriah saja. Etiket juga sering disebut tata krama, yakni kebiasaan sopan
santun yang disepakati dalam lingkungan pergaulan antarmanusia setempat. Tata
berarti adat, aturan, norma, peraturan. Sedangkan krama berarti sopan santun, kebiasaan
sopan santun atau tata sopan santun. Sedangkan etika menunjukkan seluruh sikap
manusia yang bersikap jasmaniah maupun yang bersikap rohaniah. Kesadaran
manusia terhadap kesadaran baik buruk disebut kesadaran etis atau kesadaran
moral.
Beberapa definisi Etiket
adalah sebagai berikut:
1.
Etiket adalah kumpulan tata cara dan sikap yang baik dalam pergaulan
antarmanusia yang beradab.
2.
Etiket adalah tata krama, sopan santun atau aturan-aturan yang disetujui oleh
masyarakat tertentu dan menjadi norma serta anutan dalam bertingkah laku.
3.
Etiket adalah tata peraturan pergaulan yang disetujui oleh masyarakat terten tu
dan menjadi norma dan anutan dalam bertingkah laku anggota masyarakat.
Dari ketiga definisi diatas, dapat
disimpulkan bahwa pengertian dari etiket adalah tata aturan pergaulan
yang disetujui oleh masyarakat tertentu dan menjadi norma serta anutan dalam
bertingkahlaku pada anggota masyarakat tersebut.
Dalam buku “Bahan Diskusi Customer
Service Group (CSG) dan Allround Teller (ART)” yang diterbitkan oleh Urusan
Operasional KAntor Pusat BRI, menjelaskan bahwa: “etiket adalah ketentuan tidak
tertulis yang mengatur tindak dan gerak manusia yang berkaitan dengan:
a.
sikap dan perilaku
yaitu bagaimana anda bersikap dan
berperilaku dalam menghadapi suatu situasi.
b.
ekspresi wajah
yaitu bagaimana raut muka yang harus
anda tampilkan dalam menghadapi suatu situasi, misalnya dalam melayani tamu.
c.
Penampilan
yaitu sopan santun mengenai cara
anda menampilkan diri, misalnya: cara duduk, cara berdiri adalah wajar dan
tidak dibuat-buat dan sebagainya.
d.
cara berpakaian
yaitu cara mengatur tentang sopan
santun anda dalam mengenakan pakaian, baik menyangkut gaya pakaian, tata warna,
keserasian model yang tidak menyolok dan lain-lain.
e.
cara berbicara
yaitu tata cara/sopan santun anda
dalam berbicara caik secara langsung maupun tidak langsung.
f.
gerak-gerik
yaitu sopan santun dalam gerak-gerik
badan dalam berbicara secara langsung berhadapan dengan tamu.
D. PERBEDAAN
ETIKET DAN ETIKA
Dari uraian diatas, mengenai
perbedaan etika dan etiket, dapat disimpulkan sebagai berikut:
ETIKET
|
ETIKA
|
CARA
Sekretaris
dalam melayani tamunya harus bersikap sopan dan ramah, menunjukkan muka yang
manis. Jika hal ini tidak dipatuhi, maka sekretaris dianggap telah melanggar
etiket.
|
NIAT
Sekretaris
yang memberikan data dengan sebenar-benarnya, tetapi dilaksanakan dengan muka
cemberut, maka sekretaris tersebut tidak melanggar etika, tetapi melanggar
etiket.
|
FORMALITAS
Sekretaris
harus berpakaian rapi dan sopan. Ia dianggap melanggar etiket
bila melayani tamu dengan memakai baju singlet atau memakai sandal.
|
NURANI
Sekretaris
yang melakukan perbuatan tidak jujur, walaupun pakaian rapi namun etika
diabaikan.
|
RELATIF
Bila
anda diundang oleh atasan anda untuk makan bersama, maka harus menggunakan
sendok. Tetapi bila dilakukan dengan santai, maka aturan tersebut tidak
berlaku.
|
MUTLAK
Ketentuan
yang mengatakan jangan melakukan manipulasi dan mempermainkan data, sifatnya
mutlak dimana saja, kapan saja, dan bagi siapa saja.
|
LAHIRIAH
Hanya
terlihat wujud nyata dan penampilan. Contoh: cara berbicara.
|
BATHINIAH
Menyangkut
sifat batin dan hati nurani. Contoh; sifat jujur, dll.
|
Dari uraian perbedaan etika dan
etiket tersebut, jelaslah bahwa etika adalah yang utama dan mendasar untuk
membentuk sikap dan perilaku untuk selanjutnya apabila disukung oleh pengalaman
etiket yang baik, maka sikap dan perilaku tersebut akan sempurna.
Apabila telah mempunyai etika yang
baik tetapi tidak didukung oleh etiket yang baik pula, maka kita akan gagal
karena secara lahiriah kita kurang disenangi, dihormati atau dihargai oleh
orang lain. Akan tetapi sebaliknya, apabila kita hanya mengamalkan etiket yang
baik tanpa didukung dengan etika, mka dalam jangka waktu yang pendek kita akan
tampak berhasil, karena kita telah berhasil memanipulasi nurani, batin kita
dengan penampilan lahiriah yang meyakinkan, sehingga kita akan dihargai,
dihormati, dan disenangi. Agar kita dapat dihargai dan disenagi orang lain
sepanjang masa, maka kita harus dapat mengamalkan secara bersama-sama antara
etika dan etiket.
E. MANFAAT
BERETIKET
Manfaat beretiket yakni menjalin
hubungan yang baik dengan tamu. Bila kita telah menerapkan etiket dalam
melayani tamu, maka tamu akan merasa dirinya diperhatikan dan dihargai. Dengan
demikian akan terjalin rasa saling menghargai dan hubungan baik pun akan
terbina, antara lain:
1.
Memupuk persahabatan, agar kita diterima dalam pergaulan.
2.
Untuk menyenangkan serta memuaskan orang lain.
3. Untuk
tidak menyinggung dan menyakiti hati orang lain.
4.
Untuk membina dan menjaga hubungan baik.
5.
Membujuk serta mempertahankan klien lama.
F. MORAL
Moral merupakan pengetahuan yang
menyangkut budi pekerti manusia yang beradab. Moral juga berarti ajaran yang
baik dan buruk perbuatan dan kelakuan (akhlak). Moralisasi, berarti
uraian (pandangan, ajaran) tentang perbuatan dan kelakuan yang baik. Demoralisasi,
berarti kerusakan moral.
Menurut asal katanya “moral” dari
kata mores dari bahasa Latin, kemudian diterjemahkan menjadi “aturan
kesusilaan”. Dalam bahasa sehari-hari, yang dimaksud dengan kesusilaan
bukan mores, tetapi petunjuk-petunjuk untuk kehidupan sopan santun dan
tidak cabul. Jadi, moral adalah aturan kesusilaan, yang meliputi semua norma
kelakuan, perbuatan tingkah laku yang baik. Kata susila berasal dari
bahasa Sansekerta, su artinya “lebih baik”, sila berarti
“dasar-dasar”, prinsip-prinsip atau peraturan-peraturan hidup. Jadi susila
berarti peraturan-peraturan hidup yang lebih baik.
Pengertian moral dibedakan dengan
pengertian kelaziman, meskipun dalam praktek kehidupan sehari-hari kedua
pengertian itu tidak jelas batas-batasnya. Kelaziman adalah kebiasaan
yang baik tanpa pikiran panjang dianggap baik, layak, sopan santun, tata krama,
dsb. Jadi, kelaziman itu merupakan norma-norma yang diikuti tanpa berpikir
panjang dianggap baik, yang berdasarkan kebiasaan atau tradisi.
Moral juga dapat dibedakan menjadi
dua macam, yaitu:
1. Moral
murni, yaitu moral yang terdapat pada setiap manusia, sebagai suatu
pengejawantahan dari pancaran Ilahi. Moral murni disebut juga hati nurani.
2. Moral
terapan, adalah moral yang didapat dari ajaran pelbagai ajaran filosofis,
agama, adat, yang menguasai pemutaran manusia.
Setelah kita mengetahui tentang
etika dan moral, bagaimanakah hubungan antara etika dan moral tersebut?
Moral adalah kepahaman atau pengertian
mengenai hal yang baik dan hal yang tidak baik. Sedangkan etika adalah tingkah
laku manusia, baik mental maupun fisik mengenai hal-hal yang sesuai dengan
moral itu.
Etika adalah penyelidikan filosofis
mengenai kewajiban manusia serta hal yang baik dan yang tidak baik. Bidang
inilah yang selanjutnya disebut bidang moral.
Objek
etika adalah pernyataan-pernyataan moral.
Oleh karena itu, etika bisa juga dikatakan sebagai filsafat tentang
bidang moral. Etika tidak mempersoalkan keadaan manusia, melainkan bagaimana
manusia harus bertindak.
G. FAKTOR
PENENTU MORALITAS
Sumaryono (1995) mengemukakan tiga
factor penentu moralitas perbuatan manusia, yaitu:
1.
Motivasi
2.
Tujuan akhir
3.
Lingkungan perbuatan
Perbuatan manusia dikatakan baik
apabila motivasi, tujuan akhir dan lingkungannya juga baik. Apabila salah satu
factor penentu itu tidak baik, maka keseluruhan perbuatan manusia menjadi tidak
baik.
Motivasi adalah hal yang diinginkan para
pelaku perbuatan dengan maksud untuk mencapai sasaran yang hendak dituju. Jadi,
motivasi itu dikehendaki secara sadar, sehingga menentukan kadar moralitas
perbuatan. Sebagai contoh ialah kasus pembunuhan dalam keluarga:
-
yang diinginkan pembunuh adalah matinya pemilik harta yang berstatus sebagai
pewaris
-
Sasaran yang hendak dicapai adalah penguasa harta warisan
-
Moralitas perbuatan adalah salah dan jahat
Tujuan
akhir (sasaran) adalah diwujudkannya
perbuatan yang dikehendakinya secara bebas. Moralitas perbuatan ada dalam
kehendak. Perbuatan itu menjadi objek perhatian kehendak, artinya memang
dikehendaki oleh pelakunya. Sebagai contoh, ialah kasus dalam pembunuhan
keluarga yang dikemukakan diatas:
-
perbuatan yang dikehendaki dengan bebas (tanpa paksaan) adalah membunuh.
-
diwujudkannya perbuatan tersebut terlihat pada akibatnya yang diinginkan
pelaku, yaitu matinya pemilik harta (pewaris)
-
moralitas perbuatan adalah kehendak bebas melakukan perbuatan jahat dan salah.
Lingkungan
perbuatan adalah segala sesuatu yang secara aksidental
mengelilingi atau mewarnai perbuatan. Termasuk dalam pengertian lingkungan
perbuatan adalah:
-
manusia yang terlihat
-
kualiitas dan kuantitas perbuatan
-
cara, waktu, tempat dilakukannya perbuatan
-
frekuensi perbuatan
Hal-hal ini dapat diperhitungkan
sebelumnya atau dapat dikehendaki ada pada perbuatan yang dilakukan secara
sadar. Lingkungan ini menentukan kadar moralitas perbuatan yaitu baik atau
jahat, benar atau salah.
H.
MORALITAS SEBAGAI NORMA
Seperti yang telah dikemukakan
sebelumnya, moralitas adalah kualitas perbuatan manusiawi, sehingga perbuatan
dikatakan baik atau buruk, benar atau salah. Penentuan baik atau buruk, benar
atau salah tentunya berdasarkan norma sebagai ukuran. Sumaryono (1995)
mengklasifikasikan moralitas menjadi dua golongan, yaitu:
1.
Moralitas objektif
Moralitas objektif adalah moralitas
yang terlihat pada perbuatan sebagaimana adanya, terlepas dari bentuk
modifikasi kehendak bebas pelakunya. Moralitas ini dinyatakan dari semua
kondisi subjektif khusus pelakunya. Misalnya, kondisi emosional yang
mungkinmenyebabkan pelakunya lepas control. Apakah perbuatan itu memang dikehendaki
atau tidak. Moralitas objektif sebagai norama berhubungan dengan semua
perbuatan yang hakekatnya baik atau jahat, benar atau salah. Misalnya:
-
menolong sesama manusia adalah perbuatan baik
-
mencuri, memperkosa, membunuh adalah perbuatan jahat
Tetapi pada situasi khusus, mencuri
atau membunuh adalah perbuatan yang dapat dibenarkan jika untuk mempertahankan
hidup atau membela diri. Jadi moralitasnya terletak pada upaya untuk
mempertahankan hidup atau membela diri (hak utnuk hidup adalah hak asasi).
2.
Moralitas subjektif
Moralitas
subjektif adalah moralitas yang melihat
perbuatan dipengaruhi oleh pengetahuah dan perhatian pelakunya, latar belakang,
stabilitas emosional, dan perlakuan personal lainnya. Moralitas ini mempertanyakan
apakah perbuatan itu sesuai atau tidak denga suara hati nurani pelakunya.
Moralitas subjektif sebagai norma berhebungan dengan semua perbuatan yang
diwarnai nait pelakunya, niat baik atau niat buruk. Dalam musibah kebakaran
misalnya, banyak orang membantu menyelamatkan harta benda korban, ini adalah
niat baik. Tetapi jika tujuan akhirnya adalah mencuri harta benda karena tak
ada yang melihat, maka perbuatan tersebut adalah jahat. Jadi, moralitasnya
terletak pada niat pelaku.
Moralitas dapat juga instrinsik atau
ekstrinsik. Moralitas instrinsik menentukn perbuatan itu benar atau
salah berdasarkan hakekatnya, terlepas dari pengaruh hokum positif. Artinya,
penentuan benar atau salah perbuatan tidak tergantung pada perintah atau
larangan hokum positif. Misalnya:
-
gotong royong membersihkan lingkungan tempat tinggal
-
jangan menyusahkan orang lain
-
berikanlah yang terbaik
Walupun Undang-undang tidak mengatur
perbuatan-perbuatan tersebut secara instrinsik menurut hakekatnya adalah baik
dan benar.
Moralitas ekstrinsik menentukan
perbuatan itu benar atau salah sesuai dengan sifatnya sebagai perintah atau
larangan dalam bentuk hokum positif. Misalnya:
-
larangan menggugurkan kandungan
-
wajib melaporkan mufakat jahat
Perbuatan-perbuatan itu diatur oleh
Undang-undang (KUHP). Jika ada yang menggugurkan kandungan atau ada mufakat
jahat berarti itu perbuatan salah.
Pada zaman modern muali muncul
perbuatan yang berkenaan dengan moralitas, yang tadinya dilarang sekarang malah
dibenarkan. Contohnya:
-
Euthanasia untuk menghindarkan penderitaan berkepanjangan.
-
Aborsi untuk menyelamatkan ibu yang hamil.
-
Menyewa rahim wanita lain untuk membesarkan janin bayi tabung.
Persoalan moralitas hanya relevan
apabila dikaitkan dengan manusia seutuhnya. Menurut Driyarkara (1969), manusia
seutuhnya adalah manusia yang memiliki nilai pribadi, kesadaran diri dan dapat
menentukan dirinya dilihat dari setiap aspek kemanusiaan. Tidak semau perbuatan
manusia dapat dikategorikan dalam perbuatan moral. Perbuatan itu bernilai moral
apabila didalamnya terkandung kesadaran dan kebebasan kehendak pelakunya.
Kesadaran adalah suara hati dan kebebasan kehendak berdasarkan kesadaran.